
Ternyata Pinjol Tidak Bisa Sembarangan Pakai Kontak Darurat

Jakarta, CNBC Indonesia - Layanan pinjaman online (pinjol) peer to peer (p2p) lending bisa membawa dampak buruk bahkan malapetaka, tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga orang sekitar.
Seperti merahnya skor kredit masyarakat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) karena tunggakan, yang kemudian berpengaruh ke lamaran pekerjaan, pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) dan lain-lain.
Tetapi, dampak tunggakan di p2p lending tidak hanya berdampak pada individu yang menjadi debitur saja. Namun, kerap kali juga pada orang-orang sekitar yang menjadi emergency contact atau kontak darurat para pengguna fintech.
Para penagih utang pinjol kerap kali "mengejar" para kontak darurat ini agar mereka menyampaikan kepada para debitur untuk membayar utangnya. Hal ini meresahkan karena kerap kali orang-orang yang menjadi emergency contact ini tidak pernah menyetujui untuk menjadi kontak darurat daripada para penunggak pinjol atau paylater.
"Wes 3th ga ada urusan, tiba tiba di chat Pinjol , trnyata nomorku dijadikan emergency contact," kata @mulicious_ di Twitter, dikutip Selasa (19/9/2023).
"nomor pribadi gua dipake kurir buat jadi emergency contact pinjol ngaku sebagai rekan kantor. entah juga kurir yg mana. hadeehhh," kata @auliaafifahje.
"Gw beneran g ikhlas ya nomer hp nyokap gw dipake jd emergency contact pinjaman online! Enak aja, ijin kagak! Ini udah 2 pinjol hub nyokap dari kmrn, pls lah, no nyokap tuh no lama & dipake bgt buat cari duit. Gw hrs lapor kmn ya?" kata @okt6.
Berikut contoh pesan yang kerap kali diterima emergency contact dari para penagih utang pinjol/BNPL, sebagaimana diterima oleh orang yang menjadi "emergency contact" dan dikutip CNBC Indonesia, Senin (18/9/2023).
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fintech legal yang terdaftar sebagai pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), seharusnya tidak akan melakukan penagihan melalui emergency contact.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi mengatakan penagihan yang melibatkan kontak yang tak bersangkutan berarti termasuk ilegal.
"Mesti dibedain pinjol legal dan ilegal. Kalau pinjol legal itu cuma tiga [syarat]. CAMILAN, camera microphone sama location. Tapi kalau udah sampai minta kontak-kontak, kita itu berarti ilegal," jelas perempuan yang akrab disapa Kiki itu selepas acara Investment Expo 2023 di Central Park, Jakarta, Jumat (15/9/2023) lalu.
Menurutnya, hal itu yang memudahkan masyarakat dalam membedakan layanan fintech yang legal dan ilegal.
"Jadi kalau sudah nanya kontak berapa ini itu, itu harus hati-hati," pungkas Kiki.
UU No. 27 Tahun 2027 tentang Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menegaskan data pribadi yang digunakan oleh pihak lain wajib diketahui tujuan dan penggunaannya oleh pemilik data pribadi. Bahkan Pasal 20 UU PDP juga menegaskan bahwa pengendali data pribadi wajib memperoleh persetujuan yang sah secara eksplisit dari subjek data pribadi untuk dapat memproses data pribadi.
Lantas, orang yang menjadi kontak darurat harus memberikan persetujuan secara langsung. Tidak bisa serta merta karena persetujuan dari si peminjam saja.
Untuk diketahui, pengendali data pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan data pribadi. Setiap orang dalam hal ini adalah perseorangan atau korporasi, sedangkan badan publik berarti lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara.
Lantas, bentuk persetujuan pemrosesan data pribadi harus dilakukan dengan adanya persetujuan tertulis atau terekam baik secara elektronik ataupun nonelektronik. Jika persetujuan itu memuat tujuan lain, harus memenuhi ketentuan yang dapat dibedakan secara jelas dengan hal lain dan dapat dipahami.
Pasal 57 UU PDP menyatakan bahwa penyalahgunaan data pribadi pinjol yang dilakukan pengendali data pribadi atau dalam hal ini adalah penyelenggara pinjol yang tidak punya persetujuan atas dasar pemrosesan data pribadi dapat dikenai sanksi administratif, yakni berupa, peringatan tertulis, penghentian sementara semua kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, dan/atau denda administratif.
Denda administratif dikenakan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Beberkan Penyebab Pinjol "Bahaya" Buat Masyarakat