Gagal Tembus US$ 100 per Barel, Harga Minyak Tergelincir 2%

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
29 September 2023 09:25
PHE WMO operasikan kembali anjungan PHE 12. (Dok. Pertamina Hulu Energi)
Foto: PHE WMO operasikan kembali anjungan PHE 12. (Dok. Pertamina Hulu Energi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia dibuka tak kompak pada pembukaan perdagangan Jumat (29/9/2023) karena aksi taking profit dan kekhawatiran suku bunga.

Hari ini harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,05% di posisi US$91,76 per barel, sementara minyak mentah brent dibuka terkoreksi 0,33% ke posisi US$95,07 per barel.

Pada perdagangan Kamis (28/9/2023), minyak WTI ditutup anjlok 2,10% ke posisi US$91,71 per barel, begitu juga dengan harga minyak brent ditutup turun 1,21% ke posisi US$95,38 per barel.

Minyak berjangka anjlok pada perdagangan hari Kamis, karena para pedagang melakukan aksi taking profit setelah harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam 10 bulan, dan beberapa pihak khawatir bahwa suku bunga tinggi dapat membebani permintaan minyak.

Sebelumnya, kelangkaan pasokan dan persediaan mengangkat harga minyak Brent bulan depan mencapai US$97,69, tertinggi sejak November 2022. Sedangkan minyak WTI naik ke level tertinggi sejak Agustus 2022 di US$95,03.

Beberapa pedagang khawatir harga minyak yang tinggi akan memicu inflasi, mendorong The Federal Reserve AS dan bank sentral lainnya untuk tetap mempertahankan suku bunga tinggi.

Perekonomian AS mempertahankan laju pertumbuhan yang cukup kuat sebesar 2,1% pada kuartal kedua dan tampaknya telah mengumpulkan momentum pada kuartal ini dengan ketahanan pasar tenaga kerja yang mendorong kenaikan upah yang kuat.

Perkiraan pertumbuhan untuk kuartal ketiga (Juli-September) saat ini berada pada angka 4,9%. Namun kuartal keempat bisa mengalami perlambatan tajam jika terjadi penutupan pemerintahan di AS pada 1 Oktober.

Pejabat Fed fokus pada ukuran harga super inti setelah menaikkan suku bunga acuan sebesar 525 basis poin sejak Maret 2022 ke kisaran 5,25%-5,50%.

Sementara itu, tingkat minyak di Cushing, Oklahoma, pusat penyimpanan dan titik pengiriman minyak mentah berjangka AS telah merosot mendekati titik terendah dalam sejarah karena kuatnya permintaan penyulingan dan ekspor, sehingga memicu kekhawatiran mengenai kualitas minyak yang tersisa.

Turunnya persediaan minyak mentah AS mengikuti pengurangan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun oleh Arab Saudi dan Rusia, bagian dari OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.

Rusia mengatakan larangan ekspor bahan bakar akan tetap berlaku sampai pasar domestik stabil dan menyatakan bahwa pihaknya belum berdiskusi dengan OPEC+ mengenai kemungkinan peningkatan pasokan sebagai kompensasi atas larangan ekspor bahan bakar tersebut.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Terbang 15% Bulan Juli, Ulah Kartel OPEC+?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular