Harga Minyak Dunia Sentuh Rekor, Saham Minyak di RI Terbang
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas saham emiten minyak bumi terpantau kembali bergairah pada perdagangan sesi I Jumat (15/9/2023), setelah harga minyak mentah acuan dunia mencetak rekor tertingginya pada 2023.
Per pukul 09:59 WIB, tujuh saham pertambangan minyak dan pendukungnya terpantau melesat dan hanya satu saham yang menguat kurang dari 1%. Bahkan, ada yang sudah melejit hingga 13% lebih.
Berikut pergerakan saham emiten minyak bumi pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Radiant Utama Interinsco | RUIS | 320 | 13,48% |
Medco Energi Internasional | MEDC | 1.610 | 3,54% |
Energi Mega Persada | ENRG | 288 | 2,13% |
Surya Esa Perkasa | ESSA | 750 | 2,04% |
Apexindo Pratama Duta | APEX | 300 | 2,04% |
AKR Corporindo | AKRA | 1.490 | 1,36% |
Astrindo Nusantara Infrastruktur | BIPI | 106 | 0,95% |
Sumber: RTI
Saham PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) memimpin penguatan saham minyak pada sesi I hari ini, yakni melejit 13,48% ke posisi harga Rp 320/saham.
Cerahnya saham minyak di RI terjadi di tengah masih cerahnya harga minyak acuan dunia, di mana pada perdagangan kemarin, harga minyak mentah dunia mencetak rekor tertingginya sepanjang 2023.
Pada pagi hari ini, harga minyak jenis Brent dibuka menguat 0,34% ke posisi US$9 4,02 per barel. Sedangkan harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,57% ke posisi US$ 90,67 per barel.
Sedangkan pada perdagangan Kamis kemarin, harga minyak Brent ditutup melonjak 1,98% di posisi US$ 93,7 per barel. Sedangkan harga minyak WTI melesat 1,85% menjadi US$ 90,16 per barel.
Harga penutupan perdagangan Kamis lalu merupakan level tertinggi tahun ini, imbas dari ekspektasi pasar atas berkurangnya pasokan yang melebihi kekhawatiran terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Pada Rabu pekan ini, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pengurangan produksi minyak yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia akan mengakibatkan defisit pasar hingga kuartal keempat. Sebelumnya, harga minyak sempat melemah karena laporan persediaan AS yang bearish sebelum melanjutkan kenaikannya.
Sehari sebelum laporan IEA, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengeluarkan perkiraan terbaru mengenai permintaan yang kuat dan juga menunjukkan defisit pasokan pada tahun 2023 jika pengurangan produksi terus berlanjut.
Di sisi lain, harga minyak mentah di atas US$ 90 per barel di AS menimbulkan kekhawatiran bahwa inflasi dapat meningkat lebih lanjut dimana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga secara tajam untuk mengendalikan kenaikan harga.
Harga minyak yang lebih tinggi merupakan beban bagi perekonomian global, meningkatkan biaya transportasi dan manufaktur sekaligus menekan belanja konsumen.
Presiden AS, Joe Biden pekan lalu melakukan survei terhadap kilang minyak mengenai rencana operasinya, sebuah tanda kekhawatiran terhadap harga bensin dan pasokan bahan bakar.
Harga minyak yang lebih mahal menyulitkan para pengemudi yang menggunakan bensin. Inflasi konsumen AS pada bulan Agustus meningkat terbesar dalam 14 bulan terakhir karena tingginya harga bahan bakar. Bensin menyumbang lebih dari separuh kenaikan Indeks Harga Konsumen.
Namun, investor masih optimis The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan berikutnya pada 20 September, menurut perangkat CME FedWatch.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)