
Tunggu Data Ekonomi Dalam Negeri, Rupiah Dibuka Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pasar perihal data ekonomi Indonesia.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,22% terhadap dolar AS di angka Rp15.385/US$ pada hari Jumat (15/9/2023). Angka ini merupakan yang terlemah sejak 10 Maret 2023.
Sementara indeks dolar AS (DXY) justru mengalami depresiasi dan berada di angka 105,37 atau turun dari penutupan perdagangan kemarin (14/9/2023) yang berada di posisi 105,40.
Hari ini sejumlah data ekonomi Indonesia akan dirilis serta stimulus dari China menjadi penggerak pergerakan rupiah hari ini.
Data neraca dagang Indonesia pada pagi hari ini akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode Agustus. Surplus neraca perdagangan diperkirakan meningkat pada Agustus 2023 ditopang oleh kenaikan harga batu bara. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 akan mencapai US$ 1,50 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Juli 2023 yang mencapai US$ 1,31 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 40 bulan beruntun di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Catatan surplus neraca perdagangan ini akan menjadi berita baik bagi transaksi berjalan Indonesia.
Selain itu, data ekspor dan impor Indonesia pun akan dirilis pagi hari ini.
Polling CNBC Indonesia juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 21,83% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 9,66% pada Agustus 2023.
Sebagai catatan, nilai ekspor Juli 2023 terkoreksi 18,03% (yoy) tetapi naik 1,36% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,88 miliar. Impor terkontraksi 8,32 (yoy) tetapi naik 14,1% (mtm) menjadi US$ 19,57 miliar.
Ekspor diperkirakan jeblok pada Agustus 2023 seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China.
Namun, menguatnya harga batu bara menopang ekspor dan menahan penurunan ekspor lebih dalam.
Sedangkan dari faktor eksternal, China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia diketahui mengguyur stimulus sebagai booster Ekonomi. Mulai dari stimulus untuk meningkatkan permintaan sektor properti yang terpantau masih lesu karena skandal Evergrande dan perlambatan ekonomi.
Terbaru, stimulus juga semakin digencarkan dengan aksi bank sentral China (PBoC) yang memangkas jumlah rasio cadangan perbankan (RRR) untuk kedua kalinya pada tahun ini.
PBoC menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bps menjadi 7,4%, penurunan akan berlaku mulai hari ini, Jumat (15/9/2023). Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat.
Dengan perbaikan ekonomi China maka dampak positifnya akan menjalar ke berbagai sektor mulai dari pasar keuangan, investasi sektor riil, hingga perdagangan, khusunya bagi Indonesia sebagai mitra dagangnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Mengangkasa Rupiah Malah Merana