
8 Saham Ini Bikin IHSG Berakhir Merana, Termasuk Bank Raksasa

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (12/9/2023), di tengah sikap investor yang cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi penting di global pada pekan ini.
IHSG ditutup melemah 0,42% ke posisi 6.933,97. Meski melemah, tetapi IHSG masih mampu bertahan di level psikologis 6.900.
Secara sektoral, sektor kesehatan dan energi menjadi pemberat IHSG pada hari ini. Sektor kesehatan memberatkan indeks hingga 1,21%, sedangkan sektor energi memberatkan sebesar 0,87%.
Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bayan Resources | BYAN | -7,71 | 18.450 | -2,38% |
Bank Rakyat Indonesia (Persero) | BBRI | -5,49 | 5.375 | -0,92% |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -4,85 | 5.875 | -0,84% |
Astra International | ASII | -3,62 | 6.300 | -1,18% |
Bank Negara Indonesia (Persero) | BBNI | -2,92 | 9.300 | -1,59% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -2,19 | 88 | -1,12% |
Kalbe Farma | KLBF | -2,03 | 1.820 | -2,15% |
Bank Central Asia | BBCA | -1,68 | 9.100 | -0,27% |
Sumber: Refinitiv
Saham raksasa batu bara PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 8,1 indeks poin.
Tak hanya itu, empat saham bank raksasa atau bank big four juga menjadi pemberat IHSG, yakni saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 5,5 indeks poin, kemudian PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 4,8 indeks poin, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 2,9 indeks poin, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 1,7 indeks poin.
IHSG berakhir terkoreksi di tengah sikap investor yang cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi penting di global pada pekan ini.
Pada pekan ini, investor akan memfokuskan perhatiannya kepada rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Agustus 2023.
Data inflasi AS periode Agustus 2023 diprediksi melonjak ke 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy), berdasarkan konsensus pasar dalam Trading Economics.
Apabila inflasi naik sesuai perkiraan, ini bakal menjadi kenaikan kedua yang terjadi setelah mencapai titik terendah 3% (yoy) pada Juni lalu.
Sementara dari inflasi inti diperkirakan akan melandai ke 4,3% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy). Kendati melandai, secara keseluruhan nilai inflasi dan inti masih jauh dari target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di sekitar 2%.
Kendati demikian, data inflasi diperkirakan bisa meningkat lagi karena efek harga minyak mentah dunia yang sempat melonjak hingga ke level US$ 90 per barel.
Bagai pedang bermata dua, ketika inflasi naik sikap The Fed pada pertemuan pekan ketiga bulan ini berpotensi bisa lebih ketat atau menaikkan suku bunga lagi. Sebaliknya, jika kembali melandai ada potensi sikap The Fed bisa lebih melunak.
Namun, pelaku pasar yang memprediksi The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya di pertemuan bulan ini semakin kuat.
Hal ini juga semakin didukung dengan data yang ditunjukan CME Fedwatch Tool yang mengukur peluang suku bunga akan ditahan pada level 5,25% - 5,50% sudah semakin dominan, mencapai 93%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Loyo, GOTO dan 3 Raksasa Batu Bara Jadi Beban
