
Sikap Waswas Pasar Tunggu Data Ekonomi AS Bikin Rupiah Merana

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di saat inflasi AS diproyeksikan mengalami kenaikan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,10% terhadap dolar AS di angka Rp15.335/US$ pada hari Selasa (12/9/2023). Posisi ini memperpanjang tren pelemahan rupiah sejak 1 September 2023 dan rupiah semakin menjauhi level psikologis Rp15.300/US$.
Sejalan dengan pelemahan rupiah, indeks dolar AS (DXY) mengalami apresiasi di angka 104,76 atau menguat dibandingkan penutupan kemarin (11/9/2023) yang berada di angka 104,57.
Pergerakan rupiah saat ini didominasi oleh sikap wait and see dari pelaku pasar perihal inflasi AS yang akan dirilis besok (13/9/2023).
Pada Rabu pekan ini pukul 19.30 WIB akan dirilis data inflasi AS. Melansir platform penghimpun data, Trading Economic inflasi umum AS diperkirakan akan melonjak ke 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
Tingginya inflasi ini membuat AS berpotensi menaikkan suku bunganya untuk mencapai target inflasi bank sentral AS (The Fed) yakni di angka 2%.
Sebaga informasi, menurut perangkat FedWatch, bahwa 93% pasar memperkirakan the Fed akan tetap pada suku bunganya saat ini yakni di 5,25-5,50%. Sedangkan 7% pasar memperkirakan terjadinya kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps).
Tingginya suku bunga AS akan menjadi tekanan bagi pasar keuangan domestik, khususnya rupiah sebab capital outflow berpotensi akan terjadi dari Indonesia.
Beralih ke dalam negeri, tercatat penjualan ritel Indonesia yang meningkat sebesar 1,6% (year on year/yoy) pada Juli 2023. Sedangkan secara bulanan, penjualan ritel turun 8,8% di bulan Juli, penurunan paling tajam sejak Juni 2022.
Kendati penjualan ritel bertumbuh secara tahunan tetapi nilainya jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang bisa mencapai 7,9% yoy. Perlu diketahui, Juli tak ada hari raya sehingga penjualan ritel yang tumbuh melambat merefleksikan daya beli masyarakat belum terlalu atraktif di kondisi ekonomi normal.
Indikator ekonomi lainnya yakni cadangan devisa (cadev) pun mengalami penurunan sebesar US$0,6 miliar menjadi US$137,1 miliar. Penurunan ini menjadi kurang baik bagi rupiah karena kemampuan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pun mengalami penurunan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer