Dolar AS Mulai Kehilangan Tenaga, Rupiah pun Perkasa

rev, CNBC Indonesia
Selasa, 29/08/2023 15:15 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah melemahnya dolar AS serta dirilisnya instrumen baru Bank Indonesia.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,2% terhadap dolar AS di angka Rp15.255/US$ pada hari Selasa (29/8/2023), meskipun di tengah perdagangan sempat melemah hingga Rp15.275/US$.

Penguatan rupiah terhadap dolar AS ini memperpanjang tren penguatan kemarin (28/8/2023) yang juga menanjak 0,03% ke angka Rp15.285/US$.


Penguatan rupiah utamanya ditopang oleh mulai ambruknya dolar AS. Indeks dolar pada hari ini bergerak di angka 104,01, melemah dari posisi kemarin yakni 104,06. Dolar AS melemah di tengah sikap wait and see investor menunggu data-data tenaga kerja yang sangat penting pada pekan ini.

Malam hari ini pelaku pasar akan menyaksikan data penting dari AS yakni pembukaan lapangan kerja JOLTS yang akan mengukur berapa banyak lowongan pekerjaan yang terbuka pada periode akhir Juli 2023. Pasar berekspektasi jumlah lapangan kerja baru yang akan tercipta akan turun menjadi 9,465 juta, dari 9,58 juta pada Juni 2023.

Jika lapangan kerja yang tercipta lebih besar maka harapan pelaku pasar melihat Bank Sentral AS (The Fed) melunak bisa menjauh.

Indeks pengeluaran konsumsi pribadi AS yang akan dirilis pada Kamis (31/8/2023), diikuti oleh data penggajian non-pertanian baru serta angka pengangguran pada Jumat pagi (1/9/2023) juga akan diamati investor.

Dalam pidatonya pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell yakin akan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di AS, ketika ia menyebutkan belanja konsumen yang "sangat kuat" dan tanda-tanda awal pemulihan di pasar perumahan.

Dia menegaskan kembali komitmen The Fed untuk menurunkan inflasi kembali ke target 2%.

"Perekonomian mungkin tidak melambat seperti yang diharapkan. Sepanjang tahun ini, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) telah melampaui ekspektasi dan melampaui tren jangka panjang, dan data belanja konsumen baru-baru ini sangat kuat," kata Powell.

Selain itu, pekan lalu telah diselenggarakan Simposium Jackson Hole yang dihadiri oleh Jerome Powell. Powell mengatakan The Fed siap menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk memerangi inflasi dengan hati-hati dan jika diperlukan.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch terbaru, 78,5% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan September. Sedangkan 21,5% memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunganya menjadi 5,50-5,75%.

Beralih ke dalam negeri, Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) merilis instrumen investasi baru untuk menarik dana asing yang bernama Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan instrumen ini disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki BI.

"BI punya SBN lebih dari Rp 1.000 triliun, kita sekuritisasi kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek sampai dengan 12 bulan. Yang mau kita terbitkan yang mana 6, 9 dan 12," kata Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (24/8/2023)

Hal ini menarik perhatian Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro yang berpandangan bahwa SRBI akan memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan, khususnya menjaga stabilitas rupiah. Sebelumnya Andry memperkirakan dolar AS bisa di bawah Rp15.000 hingga 2024

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS