Dipimpin Sri Mulyani, Ini 3 Poin Pembahasan AFMGM di Jakarta
Jakarta, CNBC Indonesia - Jajaran menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota ASEAN telah rampung menyelesaikan pertemuan tingkat tinggi yang disebut ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM). Rapat itu menjadi bagian dari rangkaian Keketuaan ASEAN 2023.
Seusai pertemuan yang diselenggarakan hari ini, Jumat (25/8/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku pemimpin rapat mengungkapkan, ada tiga agenda yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan negara-negara di kawasan Asia Tenggara itu.
Pertama adalah pembahasan mekanisme pemulihan dan pembangunan kembali ekonomi pasca Pandemi Covid-19, kedua ekonomi digital dengan mendorong seluruh instrumen yang dapat menopang laju pertumbuhan ekonomi lebih cepat, serta ketiga adalah isu keberlanjutan seperti pembiayaan untuk transisi energi dan pembangunan infrastruktur.
"Pesan kerja sama regional ini menjadi sangat penting, terutama mengingat dinamika dan tantangan global saat ini," kata Sri Mulyani saat konferensi pers bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo seusai pertemuan di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Untuk fokus pembahasan pertama terkait pemulihan pasca pandemi, kesepakatan yang muncul adalah penekanan untuk memanfaatkan bauran kebijakan antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral dalam menjaga stabilitas ekonomi masing-masing negara anggota.
Menurut Sri Mulyani, bauran kebijakan merupakan modal penting bagi negara-negara ASEAN karena di tengah kondisi pelemahan ekonomi global akibat tingginya inflasi dan cepat naiknya suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju, berbagai lembaga internasional seperti ADB, IMF, Bank Dunia, dan AMRO melihat ekonomi ASEAN masih akan terus tumbuh.
"Pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi titik terang di masa depan dalam cakupan perekonomian global. ASEAN diproyeksikan tumbuh 4,5% tahun ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan global," tutur Sri Mulyani.
Untuk fokus isu kedua, telah terjalin kerja sama terkait digitalisasi pembayaran di antara negara-negara ASEAN dengan terciptanya cetak biru atau blue print konektivitas sistem pembayaran kawasan, seperti regional payment connectivity (RPC) hingga local currency transaction.
Kesepakatan baru terkait RPC adalah masuknya Vietnam sebagai bagian dari negara yang berkomitmen untuk menghubungkan sistem pembayarannya secara digital bersama Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Sementara untuk LCT adalah penguatan kerja sama dari semula hanya perdagangan dan investasi hingga ke sistem pembayaran bersama Thailand dan Malaysia.
Adapun untuk fokus terakhir, yakni sustainability atau keberlanjutan, tercipta kesepakatan untuk memperkuat kolaborasi untuk pembiayaan ketahanan di berbagai sektor seperti ketahanan pangan, perbaikan sistem kesehatan, UMKM, serta infrastruktur dan transisi energi ke energi hijau.
Khusus untuk infrastruktur telah ada kesepakatan memperkuat pembiayaan dengan mereposisi ASEAN Infrastructure Fund menjadi ASEAN Green Fund. Tujuannya untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan untuk setiap infrastruktur di negara-negara kawasan.
"Di dalam rapat disepakati memperkuat itu dengan ASEAN Taksonomi untuk Pembiayaan Berkelanjutan dan sepakat untuk memperkuat proses bisnis AIF," tegas Sri Mulyani.
Sementara itu, untuk mengakomodir persoalan perubahan iklim, rapat itu juga sepakat untuk membentuk ASEAN Taksonomi terkait pembiayaan terhadap upaya transisi energi di negara-negara kawasan. Taksonomi yang berkaca dari taksonomi Uni Eropa itu ditargetkan mampu menarik dana untuk membiayai transisi tersebut.
"Taksonomi menjadi instrumen dasar untuk menarik sektor swasta investasi dan mendukung transisi di kawasan. Namun, kami menggarisbawahi pentingnya kesesuaian taksonomi ASEAN dengan taksonomi internasional lainnya," ucapnya.
Di sisi lain, juga ada pembahasan terkait kerja sama pajak dan bea cukai. Intinya, negara-negara ASEAN sepakat tidak akan mengambil basis pajak satu sama lain, melainkan memperkuat pertukaran informasi dan data sehingga mampu menjadi basis pengawasan di masing-masing negara.
"Kami juga fokus pada peningkatan kapasitas negara-negara anggota dalam menilai kebutuhan lainnya, mengeksplorasi instrumen pembiayaan, dan mengembangkan strategi pembiayaan yang lebih efektif dalam merespons risiko bencana," tegas Sri Mulyani.
(mij/mij)