Bukan Karena RI, Rupiah Justru Menguat Karena Bantuan AS
Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meskipun dihujani sentimen negatif dari dalam negeri. Penguatan rupiah pada hari ini dibantu oleh mulai lesunya dolar AS.
Merukuk data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 15.310 pada perdagangan hari ini, Selasa (22/8/2023). Mata uang Garuda menguat tipis 0,07% dibandingkan perdagangan kemarin.
Penguatan hari ini menjadi kabar baik setelah mata uang Garuda melemah 0,26% pada perdagangan Senin pekan ini.
Penguatan rupiah hari ini lebih karena ditopang oleh melemahnya dolar AS. Indeks dolar pada hari ini bergerak di posisi 103,1, lebih rendah dibandingkan 103,57 pada pekan lalu.
Seperti diketahui, indeks dolar sempat berlari kencang ke level terkuat dua bulan hingga menembus 103,57 pada Kamis pekan lalu. Dolar menguat sejalan dengan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed Fund rate/FFR) pada September mendatang.
Namun, dolar AS melemah pada hari ini karena investor mulai memilih wait and see sebelum pidato Chairman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell akhir pekan ini.
Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole. Dia juga diharapkan memberi sinyal yang lebih jelas mengenai kebijakan suku bunga The Fed pada September mendatang.
Pelemahan indeks dolar tidak hanya membantu penguatan rupiah. Mayoritas mata uang utama Asia juga menguat pada hari ini, termasuk ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan rupee India.
Indeks dolar yang melemah menjadi berkah dan penolong rupiah. Pasalnya, rupiah sebenarnya dibebani sentimen negatif dari dalam negeri berupa kabar defisit transaksi berjalan.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) melaporkan transaksi berjalan Indonesia membukukan defisit sebesarUS$1,9 miliaratau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021
Tak hanya transaksi berjalan, neraca transaksi finansial juga masuk ke zona negatif karena derasnya capital outflow. Asing memilih kabur sejalan dampak kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, serta peningkatan pembayaran global bonds dan pinjaman luar negeri yang jatuh tempo sesuai pola kuartalan.
Investasi portofolio yang masuk dalam neraca transaksi finansial mencatatkan defisit sebesar US$ 2,59 miliar pada kuartal II-2023, berbalik arah dari surplus US$ 3,03 miliar pada kuartal I-2023.
Aksi jual besar-besaran terjadi pada obligasi korporat atau swasta. Asing mencatat net outflow sebesar US$ 2,3 miliar pada kuartal II-2023, melonjak dari US$ 0,5 miliar pada kuartal sebelumnya.
Besarnya defisit pada transaksi berjalan serta investasi portofolio membuat, secara keseluruhan, NPI mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022.
Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2022.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcidonesia.com
(mae/mae)