
Harga Minyak Dunia Kembali Stabil, Setelah Anjlok 1% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia di buka menguat pada pembukaan perdagangan Rabu (16/8/2023) setelah anjlok 1% lebih pada perdagangan sebelumnya.
Harga minyak mentah WTI di buka menguat 0,30% di posisi US$81,23 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent di buka terapresiasi 0,19% ke posisi US$85,2 per barel.
Pada perdagangan Selasa (15/8/2023), minyak WTI di tutup anjlok 1,84% ke posisi US$80,99 per barel, begitu juga dengan minyak brent jatuh 1,36% ke posisi US$85,04 per barel.
Harga minyak bertahan stabil di awal perdagangan pada hari Rabu setelah penurunan 1% lebih di sesi sebelumnya, karena pasar dibebani oleh data ekonomi yang lemah dari China, importir minyak terbesar dunia, terhadap pengetatan pasokan minyak mentah AS.
Kenaikan harga minyak masih didukung oleh data stok minyak mentah AS yang turun sekitar 6,2 juta barel pada pekan lalu, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute.
Data pemerintah AS tentang inventaris akan dirilis pada hari Rabu.
Hal yang masih membebani pasar komoditas adalah data aktivitas ekonomi China untuk bulan Juli dirilis pada hari Selasa, termasuk penjualan ritel, hasil industri dan investasi, gagal memenuhi ekspektasi, memicu kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dan bertahan lebih lama.
Beijing memangkas suku bunga sebagai kebijakan utama untuk menopang aktivitas ekonomi, tetapi para analis mengatakan lebih banyak dukungan diperlukan untuk merevitalisasi pertumbuhan.
Data aktivitas ekonomi Juli telah mendorong beberapa ekonom untuk menandai risiko bahwa China, importir minyak terbesar dunia, mungkin berjuang untuk memenuhi target pertumbuhannya sekitar 5% pada tahun ini tanpa stimulus fiskal lebih lanjut.
Sementara itu, data penjualan ritel yang lebih kuat dari perkiraan di Amerika Serikat, konsumen minyak utama dunia, memicu kekhawatiran bahwa suku bunga bisa tetap lebih tinggi dan lebih lama.
Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari pada hari Selasa mengatakan bahwa sementara bank sentral AS telah membuat beberapa kemajuan dalam melawan inflasi, suku bunga mungkin masih perlu naik lebih tinggi untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Namun, biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk bisnis dan konsumen dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak mentah.
Namun kenaikan harga minyak masih didorong oleh pemotongan pasokan oleh Arab Saudi dan Rusia, bagian dari grup OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya. Hal ini telah mendorong kenaikan harga minyak selama tujuh minggu terakhir.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Terbang 15% Bulan Juli, Ulah Kartel OPEC+?
