Bursa Karbon RI Berpotensi 'Dirampok' Singapura, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia diketahui tengah mengkaji penerapan bursa karbon di Indonesia dengan pertimbangan pelaksanaan di Singapura. Hasilnya, Indonesia mendapat pandangan lain atas penerapan bursa karbon bersifat voluntary.
Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pihaknya telah mengundang perwakilan dari asosiasi, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), hingga beberapa penyelengara bursa di beberapa negara ASEAN untuk berdiskusi.
"Penyelenggaraannya sedang kita evaluasi semua bursa karbon seperti apa. Kalau di Singapura tadi ternyata sifatnya voluntary jadi business to business (B2B)," ujar di Susi kepada wartawan di Gedung Kemenko Perekonomian, Senin (14/8/2023).
Penerapan Voluntary Carbon Trading ini menjadi pertimbangan baru bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, Bursa karbon di Indonesia sendiri diarahkan dengan sistem regulated, bukan voluntary.
"Lagi pembahasan tahap awal, sih. Tapi itu kan isu ke depan yang memang harus disiapkan bersama," kata dia.
Perbedaan Voluntary VS Regulated Carbon Market
Sebagai informasi, bursa karbon sukarela atau voluntary carbon market memungkinkan para penghasil emisi karbon untuk mengimbangi emisi mereka dengan membeli kredit karbon yang dipancarkan oleh proyek-proyek yang ditargetkan untuk menghilangkan atau mengurangi gas rumah kaca dari atmosfer.
Sementara regulated carbon market mengacu pada penerapan bursa karbon oleh perusahaan dan pemerintah yang menurut undang-undang harus memperhitungkan emisi mereka. Penerapannya diatur oleh panduan pengurangan karbon wajib nasional, regional atau internasional.
Salah satu contoh voluntary carbon market telah dilakukan oleh Singapura. Melansir Financial Times, Singapura memiliki bursa karbon beranama Climate Impact X (CIX).
CIX merupakan perusahaan patungan antara Singapore Exchange, investor negara Temasek dan bank DBS dan Standard Chartered. Adapun harga awal yang ditetapkan untuk kredit karbon fisiknya adalah $5,36 per ton, sekitar empat kali lipat dari kontrak berbasis alam yang serupa di CBL, bursa karbon yang berbasis di Australia.
Selain CIX, Singapura memiliki bursa karbon lain yang disebut AirCarbon, platform berbasis blockchain. Namun, Financial Times mengatakan bahwa platform itu tidak memiliki banyak daya tarik bagi para pedagang.
(fsd/fsd)