Ekspor Boleh Loyo, Tapi Cadev Bisa Tambah US$60 M, Kenapa Ya?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 14/08/2023 15:57 WIB
Foto: Sekretaris Kementerian Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso Saat Peluncuran Buku Penanganan Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional 2022 (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah masih percaya diri dana yang berasal dari devisa hasil ekspor (DHE), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, cukup kuat menambal cadangan devisa, meskipun harga-harga komoditas andalan ekspor Indonesia tengah anjlok.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso mengatakan, meski harga-harga komoditas andalan ekspor tengah anjlok, minimal DHE yang bisa memperkuat cadev melalui PP 36/2023 itu sekira US$60 miliar dalam setahun.

Ini kata dia berkaca pada pola nilai ekspor sumber daya alam (SDA) khususnya yang termasuk sektor wajib DHE sesuai PP 36/2023, yaitu pertambangan, perkebunan, perhutanan, hingga perikanan yang mencapai US$ 203 miliar dari total ekspor 2022 sebesar US$ 292 miliar.


"Kita masih hitung tahun ini dengan pola yang sama walau growth ekspor melambat maka yang diretensi sekitar US$ 60 miliar," ucap Susiwijono dalam Media Briefing di kantornya, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Susi menjelaskan, potensi itu masih bisa diraup lantaran kinerja ekspor terus meningkat tahun lalu, dari rata-rata nilai ekspor selama masa sebelum Pandemi Covid-19 yang berada pada kisaran US$ 170-180 miliar per tahunnya, atau sebelum meroketnya harga-harga komoditas.

"Sekarangkan sejak pandemi ekspor kenaikannya cukup tinggi, angkanya rata-rata US$ 290 miliar, terakhir sebelum pandemi sebelum booming komoditas US$ 170-180 miliar, sekarang rata-rata lebih dari US$ 270-290 miliar," tegasnya.

Menurut Susiwijono, penyumbang besar DHE Cuan devisa ini kata dia tertinggi masih disumbang dari pertambangan sekitar 44%, atau US$ 129 miliar yang utamanya berasal dari batu bara hampir 36% dari sektor pertambangan.

Kemudian perkebunan US$ 55,2 miliar atau 18% dengan komoditas terbesar adalah kelapa sawit US$ 27,8 miliar atau 50,3% dari total ekspor perkebunan. Sedangkan hutan US$ 11,9 miliar atau 4,1%, dengan yang terbesar pulp and paper industry, dan di sektor perikanan US$ 6,9 miliar atau 2,4% dengan penyumbang terbesar dari sektor udang.

"Sehingga cadangan devisa ini dengan DHE mudah-mudahan ada penguatan. Dari empat sektor tadi yang terbesar pertambangan itu kalau dari total tadi US$ 292 miliar pertambangan pada 2022," ucap Susiwijono.

Mengutip catatan tim riset CNBC Indonesia, Indeks komoditas global mengalami penurunan yang cukup tajam setahun terakhir. GSCI (Goldman Sachs Commodity Index) menunjukkan dalam satu tahun terakhir, harga komoditas mencatatkan pelemahan sekitar -19,11% dari 675 (5 Juli 2022) menuju 545 (5 Juli 2023).


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS