AS Proyeksikan Ekonomi Cerah , Minyak Gagal Anjlok

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
09 August 2023 08:32
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah melemah pada pembukaan perdagangan Rabu (9/8/2023) setelah sempat anjlok pada perdagangan sebelumnya namun berhasil ditutup menguat.

Harga minyak mentah WTI dibuka turun 0,05% di posisi US$82,88 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent dibuka merosot 0,20% ke posisi US$86 per barel.

Pada perdagangan Selasa (8/8/2023), minyak WTI berhasil di tutup menguat 1,20% ke posisi US$82,92 per barel, begitu juga minyak brent melesat 0,97% ke posisi US$86,17 per barel.

Harga minyak naik lebih tinggi pada hari Selasa seiring lembaga pemerintah Amerika Serikat (AS) memproyeksikan prospek ekonomi yang lebih cerah, meskipun data bearish pada impor dan ekspor minyak mentah China masih membebani.

Kedua kontrak telah turun sebesar US$2 di awal sesi, namun harga berbalik arah setelah laporan bulanan dari Administrasi Informasi Energi (EIA) AS memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto naik sebesar 1,9% pada tahun 2023, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,5%.

EIA juga memperkirakan harga minyak mentah Brent rata-rata berada di level US$86 pada semester kedua tahun 2023, naik sekitar US$7 dari perkiraan sebelumnya.

Produksi minyak mentah AS diperkirakan akan meningkat 850.000 barel per hari (bpd) ke rekor 12,76 juta bpd pada tahun 2023, melampaui puncak terakhir sebesar 12,3 juta bpd pada tahun 2019.

Harga minyak mentah telah meningkat sejak Juni 2023, terutama karena perpanjangan pemotongan sukarela untuk produksi Arab Saudi serta meningkatnya permintaan global, menurut EIA.

"Kami berharap faktor-faktor ini akan terus mengurangi persediaan minyak global dan memberikan tekanan pada harga minyak dalam beberapa bulan mendatang," tambah EIA.

Impor minyak China pada bulan Juli turun 18,8% dari bulan sebelumnya ke tingkat harian terendah sejak Januari, tetapi masih naik 17% dari tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, impor China mengalami kontraksi sebesar 12,4% di bulan Juli, jauh lebih curam dari perkiraan penurunan sebesar 5%. Ekspor turun 14,5%, dibandingkan dengan penurunan 12,5% yang diperkirakan oleh para ekonom.

Meskipun data impor dan ekspor China suram, beberapa analis masih positif pada prospek permintaan bahan bakar China untuk periode Agustus hingga awal Oktober.

Musim puncak untuk aktivitas konstruksi dan manufaktur dimulai pada bulan September dan konsumsi bensin akan mendapat manfaat dari permintaan perjalanan musim panas. Permintaan diperkirakan akan menurun secara bertahap setelah Oktober.

Keputusan minggu lalu yang dimana Arab Saudi akan memperpanjang pengurangan produksi sukarela sebesar 1 juta barel per hari hingga bulan September, meskipun Brent naik di atas US$80. Namun Arab mungkin menargetkan harga yang lebih tinggi dari US$80.

Beberapa analis skeptis tentang berapa banyak pemotongan pasokan yang benar-benar lepas landas dari pasar, karena anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak lainnya seperti Libya dan Venezuela telah meningkatkan produksi, ungkap Andrew Lipow, presiden di Lipow Oil Associates di Houston.

"Pemotongan produksi jauh lebih sedikit daripada pemotongan kuota yang diumumkan," tambah Lipow kepada Reuters.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Terbang 15% Bulan Juli, Ulah Kartel OPEC+?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular