Ekonomi Mengangkasa Rupiah Malah Merana
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meski data ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,11% terhadap dolar AS ke Rp15.180/US$1. Hal ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan kemarin yang mengalami penguatan 0,11% ke Rp15.165/US$1.
Pelemahan Rupiah hari ini justru terjadi di tengah sentimen positif dari dalam negeri.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 mencapai 5,17% atau tertinggi dalam tiga kuartal terakhir. Pertumbuhan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
Konsumsi tumbuh sebesar 5,23% pada kuartal II-2023 ditopang oleh mobilitas masyarakat dan Idul Fitri. Pertumbuhan tersebut adalah yang tertinggi dalam tiga kuartal terakhir.
Investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,63%, konsumsi pemerintah 10,62% sedangkan ekspor dan impor mengalami kontraksi.
Sentimen positif juga datang dari laporan cadangan devisa (cadev). Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2023 tercatat sebesar 137,7 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2023 sebesar 137,5 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Hal ini menjadi sentimen positif bagi Rupiah agar dapat menguat ke depannya.
Bank Indonesia (BI) juga menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Selain itu BI berdasarkan data setelmen pekan lalu menunjukkan terjadinya arus asing masuk (inflow) yang cukup besar ke domestik.
Terdapat beli neto di pasar keuangan domestik sebesar Rp5,33 triliun dengan rincian beli neto Rp1,90 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp3,43 triliun di pasar saham.
Pekan ini akan dirilis data inflasi AS yang diproyeksikan menurut konsensus mengalami kenaikan menjadi 3,3% dibandingkan periode Juni 2023 yang berada di angka 3%. Alhasil potensi Bank Sentral AS (The Fed) masih belum terjadi sebab target inflasi AS berada di level 2%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)