Ternyata Begini Cara Transaksi Saham di Masa Penjajahan

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
27 July 2023 12:15
Suasana Bursa Efek, Jakarta hadir sejak jaman kolonial Belanda tahun 1912 di Batavia. (Dok: Twitter @IDX_BEI)
Foto: Suasana Bursa Efek, Jakarta hadir sejak jaman kolonial Belanda tahun 1912 di Batavia. (Dok: Twitter @IDX_BEI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di era saat ini, setiap orang atau badan usaha bisa dengan mudah mengajukan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan lain untuk membangun bisnis.

Namun, kemudahan ini tidak terjadi di masa lalu. Menghitung mundur 2 abad ke belakang, di Indonesia belum banyak bank dan lembaga keuangan saat itu. Lalu, bagaimana cara perusahaan dan para kompeni Belanda mencari modal untuk berbisnis?

Peneliti sejarah ekonomi dari Australia National University, Pierre van der Eng, menyebut ada dua cara yang bisa dilakukan perusahaan yang berdiri di Indonesia atau Belanda untuk mendapat modal.

Pertama, berasal dari modal internal. Jadi, perusahaan biasanya melakukan penyisihan dana dari akumulasi modal yang diperoleh. Penyisihan inilah yang kemudian diinvestasikan kembali dari waktu ke waktu secara bertahap.

Kedua, dengan cara penghimpunan dana dari pihak eksternal. Nantinya perusahaan akan melakukan pinjaman jangka menengah dari bank-bank di Indonesia atau Belanda. Atau dengan mencari investor. Awalnya hanya berupa saham, tetapi lambat lain menjual obligasi perusahaan untuk mendapatkan dana super besar.

"Berkat cara ini, jumlah perusahaan yang beroperasi di Indonesia masa kolonial, baik yang didirikan di Indonesia atau Belanda meningkat drastis. Awalnya hanya 400 pada 1893, lalu melonjak menjadi 3.736 di tahun 1920," tutur Pierre van der Eng, dalam acara seminar sejarah nasional yang diselenggarakan Bank Indonesia, pada Rabu (26/6/2023).

Namun, proses penjualan saham dan obligasi perusahaan hanya bisa diperdagangkan di Amsterdam, Belanda. Penyebabnya karena di Indonesia belum ada lembaga bursa secara spesifik. Jadi, untuk mendapatkan modal usaha, kompeni harus melalui waktu yang lama. Barulah itu semua berubah pada 1894 ketika perusahaan swasta berkembang pesat dan mendorong pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka bursa saham sendiri di Batavia pada 1894.

Meski begitu, bukan berarti perusahaan tidak bisa melantai lagi di bursa saham Amsterdam. Mereka tetap boleh, tetapi dengan persyaratan lebih ketat. Jika perusahaan memiliki modal minimum tinggi diperbolehkan melantai di Belanda. Lalu, jika masih rendah, harus melantai di bursa saham Batavia. Biasanya, modalnya hanya 500 gulden.

"Adanya pasar modal yang transparan di Batavia dan Amsterdam membuat angin segar di dunia investasi saham perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Alhasil bisa meningkatkan kepercayaan, sehingga menjadi lebih menarik bari para investor menaruh uangnya di bursa efek Batavia," ungkapnya.

"Berkat ini semua, angka perusahaan yang berani melantai terus meningkat setiap tahunnya," tambah van der Eng.

Besarnya ketertarikan itu pada akhirnya membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda sampai membuat kantor bursa efek baru yang lebih kecil, yakni di Semarang dan Surabaya pada 1913.

Namun, seluruh aktivitas bursa efek di Hindia Belanda harus ditutup pada 1942 saat Jepang mulai menjajah. Aktivitas perdagangan saham baru dibuka kembali pada 1952 dan benar-benar aktif pada tahun 1977.


(mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Sultan Subang Sering ARB, BEI Telah Lakukan Investigasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular