Bos BUMN Tak Lapor LHKPN, Erick: Emang Ada Yang Diumpetin?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta agar jajaran manajemen perusahaan pelat merah patuh melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Hal itu merespons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkapkan bahwa ada enam BUMN yang tidak patuh melapor LHKPN.
"Saya sangat sesali karena walaupun dari KPK sudah bicara 99,5% melapor, tapi ada beberapa BUMN, 6 kalau tidak salah, ya akan saya tindak lanjuti," ujarnya dikutip Rabu (26/7).
Erick menegaskan, dia sudah meminta Sekretaris Kementerian BUMN Rabin Indrajad Hattari dan para deputi untuk menindak tegas karena hal ini merupakan kewajiban untuk transparansi kekayaan manajemen perusahaan BUMN.
"Kalau menterinya aja melapor, masa anak buahnya aja tidak melapor. Emang ada yang diumpetin?," ungkapnya.
Erick menyebut, antara Kementerian BUMN dan KPK telah bersepakat dan terus berkoordinasi untuk mengawal BUMN bersih dari tindakan korupsi.
"Saya sudah minta Sesmen menyampaikan dan biasanya KPK itu kita sudah punya kesepakatan, kita sudah koordinasi, saya ucapkan terimakasih kepada KPK untuk terus mengingat kami," sebutnya.
Erick menambahkan, terkait dengan 155 direksi dan komisaris yang belum melapor LHKPN sedang diperiksa dan dilakukan pengecekan sendiri oleh internal BUMN. "Kita lagi cek, justru kalau kita ngecek diri sendiri kayaknya benar terus, cuma KPK yang ngecek lebih mantap kayaknya," imbuhnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah perusahaan pelat merah tak patuh melaporkan LHKPN. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan ada enam BUMN dengan tingkat kepatuhan terburuk dalam laporan LHKPN.
Mengutip detiknews, ada enam BUMN yang tidak patuh LHKPN adalah PT Pengembangan Pariwisata dengan tingkat kepatuhan sebesar 28,13%, PT Dok dan Perkapalan Surabaya sebesar 33,33%.
Kemudian BUMN berikutnya adalah PT Boma Bisma Indra dengan persentase 38,46%, PT Dirgantara Indonesia 45,45%, PT Aviasi Pariwisata Indonesia 50%, dan PT Indah Karya 53,85%.
(mkh/mkh)