Kredit Bank Juni 2023 Tumbuh 7,76%, Jauh di Bawah Target!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
25 July 2023 17:50
FILE PHOTO: An Indonesian Rupiah note is seen in this picture illustration June 2, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, pertumbuhan kredit perbankan masih rendah, yakni hanya sebesar 7,76% year on year (yoy) per Juni 2023, jauh dari target sepanjang tahun ini di kisaran 9-11%.

Menurutnya, kondisi ini terjadi di tengah longgarnya sisi penawaran oleh tersedianya likuiditas perbankan, tingginya rencana penyaluran kredit, serta longgarnya standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. Korporasi pun cenderung mempercepat pelunasan kredit, dan berperilaku wait and see dalam meningkatkan rencana investasinya ke depan.

"Kredit atau pembiayaan perbankan tumbuh melambat karena menurunnya permintaan kredit dari dunia usaha," kata Perry saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Kredit perbankan yang tumbuh sebesar 7,76% secara tahunan itu juga terutama masih ditopang oleh sektor Jasa Dunia Usaha, Jasa Sosial, dan Pertambangan.

Dari sisi pembiayaan syariah masih tercatat tumbuh tinggi mencapai 17,09% (yoy) pada Juni 2023. Namun, di segmen UMKM, pertumbuhan kredit baru mencapai 7,34% (yoy) pada Juni 2023.

Oleh sebab itu, BI kata dia akan terus berkomitmen mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dari sisi penawaran perbankan dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Untuk itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi (minerba, pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, inklusif (termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi), serta ekonomi keuangan hijau.

Salah satunya melalui penetapan pemberian insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) yang akan berlaku sejak 1 Oktober 2023 dengan total paling besar 4%, meningkat dari sebelumnya paling besar 2,8%.

Insentif ini terdiri dari insentif untuk penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu paling besar 2%, meningkat dari sebelumnya 1,5%. Di antaranya industri hilirisasi minerba dan nonminerba seperti tanaman hingga perikanan, perumahan, dan pariwisata.

Lalu, ada juga insentif kepada bank penyalur kredit/pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1% menjadi 1,5%, dengan rincian 1% untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5% untuk penyaluran kredit UMi, dan insentif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau menjadi paling besar 0,5%, meningkat dari sebelumnya 0,3%.

"Jadi dengan menambah insentif likuiditas itu adalah dari 2,8% ke 4%, BI tambah lagi insentif bagi bank-bank yang salurkan kredit, tambahannya (likuiditas) Rp 47,8 triliun," tegas Perry.

Menurutnya, dari sisi likuiditas perbankan sebetulnya masih tetap longgar sehingga berpotensi mendorong berlanjutnya peningkatan kredit/pembiayaan. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi, yakni 26,73% pada Juni 2023.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Jamu' BI Manjur, Dana Mengalir Rp108,4 T ke Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular