Penjualan Ritel AS Melesat, Mata Uang Asia Amburadul

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Rabu, 19/07/2023 13:30 WIB
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas mata uang Asia terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (19/7/2023) setelah laporan penjualan ritel inti AS bulan Juni yang melesat semalam. Hal ini menunjukkan ketahanan konsumen yang kemungkinan akan menjaga ekonomi pada jalur pertumbuhan yang solid.

Menurut data Refinitiv per pukul 13.00 WIB, mata uang utama Asia yang masih diperdagangkan hari ini dominan melemah dihadapan The Greenback. Terkecuali rupiah dan ringgit malaysia yang hari ini tidak bergerak karena hari libur Tahun Baru Islam.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning (Asia) pada perdagangan hari ini.


Namun dolar Hong Kong, won Korea dan baht Thailand masih menguat hingga perdagangan siang ini.

Menurut data Biro Sensus AS pada Selasa (18/7/2023), penjualan ritel di Amerika Serikat naik 0,2% pada periode Juni menjadi US$ 689,5 miliar. 

Meskipun kenaikan ini lebih lambat dari periode Mei dan April, peningkatan harga konsumen sebesar 0,2% bulan lalu menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat Amerika tetap meningkat, meskipun tidak melampaui inflasi.

Penjualan inti menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar. Tidak termasuk mobil, bensin, bahan bangunan, dan jasa-jasa makanan, penjualan ritel naik 0,6% pada Juni. Data untuk Mei direvisi sedikit naik untuk menunjukkan penjualan ritel inti meningkat 0,3% dari yang dilaporkan sebelumnya 0,2%.

Sedangkan produksi industri di AS mengalami penurunan sebesar 0,5% selama dua bulan berturut-turut pada bulan Juni, berdasarkan laporan bulanan dari Federal Reserve pada Selasa (18 Juli 2023).

Indeks Pasar Perumahan juga mengalami pertumbuhan dari 55 pada bulan Juni menjadi 56 pada bulan Juli, menurut National Association of Home Builders.

Greenback telah menghentikan penurunan tajamnya dari minggu lalu setelah pembacaan inflasi AS yang lebih dingin dari perkiraan yang menyebabkan para pelaku pasar menetapkan harga di puncak suku bunga AS yang akan segera terjadi.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan Federal Reserve akan memberikan kenaikan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan kebijakan mendatang bulan ini, dengan mayoritas bertaruh bahwa akan mengakhiri siklus pengetatan moneter bank sentral saat ini.

Di seberang Atlantik, pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) juga mengatakan prospek suku bunga akan lebih dovish, dimana anggota dewan gubernur Klaas Knot mengatakan dalam sebuah wawancara pada hari Selasa bahwa ECB akan mencermati tanda-tanda penurunan inflasi di masa mendatang.

Dari Jepang, Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda mengatakan pada hari Selasa masih ada jarak untuk mencapai target inflasi 2% bank sentral secara berkelanjutan dan stabil, menandakan tekadnya untuk mempertahankan kebijakan moneter yang sangat longgar untuk saat ini.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pasar Tertekan, Posisi RI dalam Gejolak Global Jadi Perhatian