
Harga Batu Bara Belum Bangkit, Tapi Kok Sahamnya Malah Cerah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas saham emiten batu bara terpantau bergairah pada perdagangan sesi I Jumat (14/7/2023), meski harga batu bara acuan dunia belum ada tanda-tanda bangkit hingga hari ini.
Per pukul 10:36 WIB, dari 20 saham batu bara RI, 16 saham terpantau menguat, dua saham cenderung stagnan, dan dua saham terpantau melemah.
Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Mitrabara Adiperdana | MBAP | 5.400 | 6,40% |
Bumi Resources | BUMI | 133 | 4,72% |
Bayan Resources | BYAN | 18.575 | 3,19% |
Atlas Resources | ARII | 179 | 2,87% |
Delta Dunia Makmur | DOID | 394 | 2,60% |
TBS Energi Utama | TOBA | 428 | 2,39% |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 1.020 | 2,00% |
Bukit Asam | PTBA | 2.770 | 1,09% |
Indika Energy | INDY | 2.050 | 0,99% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | 2.340 | 0,86% |
Baramulti Suksessarana | BSSR | 3.630 | 0,83% |
Prima Andalan Mandiri | MCOL | 4.230 | 0,71% |
Harum Energy | HRUM | 1.535 | 0,66% |
ABM Investama | ABMM | 3.410 | 0,29% |
United Tractors | UNTR | 24.200 | 0,21% |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 24.925 | 0,10% |
MNC Energy Investment | IATA | 63 | 0,00% |
Borneo Olah Sarana Sukses | BOSS | 50 | 0,00% |
Golden Eagle Energy | SMMT | 975 | -1,52% |
Alfa Energi Investama | FIRE | 63 | -1,56% |
Sumber: RTI
Saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) memimpin penguatan saham batu bara pada sesi hari ini, yakni melonjak 6,4% ke posisi Rp 5.400/saham.
Tak hanya itu, saham raksasa batu bara juga kompak menguat pada hari ini, di mana saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi yang paling besar penguatannya yakni melompat 4,72% ke Rp 133/saham.
Namun, untuk saham PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) menjadi saham batu bara yang koreksinya paling besar yakni mencapai 1,56% menjadi Rp 63/saham.
Saham batu bara RI kembali bergairah, meski harga batu bara dunia belum ada tanda-tanda untuk bangkit hingga hari ini.
Harga batu bara terus terkoreksi hingga menyentuh titik terendah sejak 29 Juni 2021 atau terendah dalam dua tahun terakhir. Untuk pertama kalinya sejak Mei 2022 atau setahun lebih, harga batu bara juga jatuh selama delapan hari beruntun.
Merujuk data Refinitiv, harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle pada perdagangan Kamis kemarin ditutup melemah 0,7% di posisi US$ 127,15 per ton.
Posisi penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 29 Juni 2021 di mana harga batu bara menyentuh US$ 124,25 per ton.
Sepanjang Juli atau dalam delapan hari terakhir harga batu bara selalu ditutup di zona merah, hingga terkapar 17,1%. Sejak awal tahun, harga batu bara telah terjun bebas 67,1%.
Ambruknya harga batu bara masih disebabkan sejumlah faktor, di mana salah satunya yakni semakin lesunya ekonomi China.
Tanda-tanda lesunya ekonomi China semakin jelas dalam data perdagangan mereka. Tiongkok melaporkan ekspor anjlok 12,4℅ yoy, ini menjadi yang paling dalam sejak Februari 2020. Sementara impor terkoreksi 6,8℅, penyusutan ini memperpanjang tren pelemahan selama empat bulan beruntun.
Ekspor dan impor yang terkoreksi mencerminkan masih lemahnya permintaan dari dalam negeri China serta mitra dagang mereka. Kondisi akan mengurangi kebutuhan listrik serta sumber energi penyolongnya seperti batu bara. Akibatya, permintaan batu bara melemah dan harga terus tertekan.
Meskipun begitu, data impor batu bara China menunjukkan adanya perbaikan pada Juni, pasca merosot dua bulan sebelumnya. Data Bea Cukai China menunjukkan kebutuhan batu bara berkualitas tinggi dari pasar luar negeri untuk memasok perusahaan listrik yang mengalami awal musim peningkatan permintaan listrik.
Melansir Reuters, konsumen batu bara terbesar dunia tersebut membeli 39,81 juta batu bara bulan ini, meningkat dari Mei yang hanya 39,58 juta metrik ton. Selama semester pertama 2023, China telah mengimpor 221,93 juta ton, melonjak hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu.
Saham batu bara RI terus membentuk perlawanan arah dari sisi pergerakan harganya jika dibandingkan dengan pergerakan harga batu bara dunia.
Hal ini karena beberapa emiten batu bara di Indonesia sudah mulai melakukan diversifikasi usaha non batu bara, sehingga tidak lagi terlalu mengandalkan batu bara. Adapun diversifikasi usaha tersebut contohnya seperti merambah menjadi produsen kendaraan listrik, tambang nikel, dan lain-lainnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat