17 Saham CPO Merekah, Punya TP Rachmat Masih Murah

Tri Putra, CNBC Indonesia
Kamis, 13/07/2023 13:25 WIB
Foto: REUTERS/Samsul Said

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tengah bangkit. Sejak pertengahan hingga akhir Juni lalu, saham tersebut cenderung bergerak ke atas. Bagaimana valuasinya?

Kontrak berjangka (futures) CPO saat ini sedang mendekati level psikologis MYR4.000 per ton. Menurut data Refinitiv, per Rabu (12/7), harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia diperdagangkan di level MYR3.926 per ton atau naik 0,95% secara harian.

Dalam sepekan, harga CPO naik 1,66%, dalam sebulan melonjak 17,2%. Walaupun, sejak awal tahun (year to date/YtD), CPO merosot 5,9% dan sejak menembus MYR7.104 per ton pada 29 April 2022, harga CPO anjlok 44,7%.


Seiring dengan menggeliatnya harga CPO, saham emiten produsennya juga sedang dalam tren menguat dalam jangka pendek, beberapa di antara menunjukkan pembalikan tren (mencoba melawan downtrend).

Saham PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT), yang masuk ke dalam portofolio investor kawakan Lo Kheng Hong (LKH), mengalami lonjakan tertinggi di antara yang lainnya akhir-akhir ini. Saham ANJT naik 19,88% dalam sepekan dan terbang 34,97% dalam sebulan.

Supaya fair, kenaikan tinggi ANJT tampaknya sebagian lantaran Lo Kheng Hong effect. Maksudnya, lonjakan saham tersebut berbarengan dengan naiknya saham LKH lainnya belakangan ini.

Saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) juga dalam momentum yang baik. Dalam seminggu, saham CSRA naik 12,29% dan dalam sebulan terungkit 21,56%.

Demikian pula, saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) yang melejit 10,00% dalam sepekan dan 28,91% dalam sebulan terakhir. Selain nama-nama di atas, belasan saham lainnya juga sedang mencoba bergerak dalam tren penguatan.

Mana yang Valuasinya Murah?

Lantaran lama tak 'naik panggung', sebagian besar saham sawit mengalami downtrend. Kendati secara teknikal saham-saham tersebut masih berusaha membalik arah tren, beberapa di antaranya memiliki valuasi yang menarik dan return on equity (ROE) yang baik.

Saham TBLA menjadi emiten dengan rasio price-to earnings (P/E, PER), yang populer digunakan untuk melihat murah/mahalnya saham, paling menarik di antara yang lainnya.

Rasio P/E TBLA hanya 5,68 kali, di bawah rule of thumb 10-15 kali. PER yang murah milik TBLA dibarengi oleh ROE yang bagus, yakni 12,44%.

Selain TBLA, DSNG besutan taipan TP Rachmat dan kongsi juga memiliki valuasi yang murah. PER DSNG 7,56 kali dengan ROE yang cukup baik 10,36%.
Kemudian, kendati sudah di atas 10 kali, valuasi CSRA dan TAPG juga atraktif. PER CSRA 11,52 kali dengan ROE 9,56%, sedangkan TAPG yang juga milik TP Rachmat diperdagangkan 10,36 kali di atas laba perusahaan dengan ROE 11,44%.

Pemain-pemain yang lebih besar, duo Grup Salim, SIMP dan ALLI, serta emiten Grup Astra AALI diperdagangkan dengan valuasi yang lebih premium. ROE ketiga emiten tersebut juga di bawah nama-nama yang sebelumnya disebut di atas.

Hanya saja, lantaran memiliki pangsa pasar yang besar, ketiga saham tersebut, termasuk SMAR milik Sinar Mas berpotensi ikut ketiban cuan apabila sektor CPO kembali bullish ke depan.

El Nino, Peluang dan Tantangan

Secara umum, sektor perkebunan bisa berpotensi naik jika fenomena cuaca El Nino berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini dapat mendukung kenaikan harga CPO dan dapat memberikan keuntungan terbesar bagi para pemain perkebunan utama.

El Nino akan mengakibatkan cuaca kering bagi dua produsen sawit terbesar, Indonesia dan Malaysia, yang berdampak negatif terhadap produktivitas kelapa sawit.

Menurut amatan UOB, jika El Nino terjadi, produksi minyak sawit cenderung lebih rendah dan berdampak positif terhadap harga.

"Dampak terkuat terhadap harga CPO baru akan terjadi ketika kekeringan mulai berdampak pada produksi, yang kemungkinan terjadi pada 2024 dan paruh pertama tahun depan tergantung kekuatan El Nino," jelas UOBKH Research kepada The Star, Rabu (12/7).

Namun, riset lainnya dari RHB mengatakan adanya ekspektasi bahwa fenomena El Nino kemungkinan besar akan menjadi moderat.

"Kami masih percaya, El Nino harus kuat agar harga CPO dapat bergerak lebih dari 20%, yang kemudian hanya akan berdampak lebih signifikan pada pendapatan perkebunan," kata RHB Research.

Sejumlah riset analis menyebut, harga CPO akan diperdagangkan di rentang MYR3.900 hingga MYR4.200 di paruh kedua tahun ini.

Sementara, pada 6 Juli lalu Ketua Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) Datuk Mohamad Helmy Othman Basha menyebut, kemungkinan besar tidak akan ada dampak besar pada hasil kelapa sawit karena adanya El-Nino pada paruh kedua tahun ini,

Mohamad Helmy mengatakan meski kemungkinan besar El-Nino masih ada, tetapi ada sedikit perubahan pola cuaca.

"Kalau terjadi (El Nino besar), kemungkinan akan terjadi segera sampai Agustus atau September. Peluang terjadinya El-Nino besar telah menurun dibandingkan perkiraan satu atau dua bulan yang lalu. Dampak yang diproyeksikan pada produksi, yang sebelumnya diantisipasi, tidak akan terwujud seperti yang kita pikirkan sebelumnya," jelas Helmy kepada News Straits Times.

Selain mengantisipasi El Nino, kenaikan harga CPO terjadi saat pedagang mempertimbangkan ekspektasi kenaikan produksi terhadap peningkatan permintaan ekspor.

Berdasarkan data dari surveyor kargo Amspec Agri dan Intertek Testing Services menunjukkan ekspor dari Malaysia selama periode 1-10 Juli naik antara 18,7% dan 26,1%.

Southern Peninsular Palm Oil Millers Association memperkirakan produksi selama 1-10 Juli naik 5,93% dari periode yang sama di bulan Juni.

"Kami memperkirakan tingkat persediaan akan tetap datar atau sedikit meningkat karena produksi hanya diharapkan tumbuh satu digit tinggi pada Juli, dengan peningkatan marjinal bulan-ke-bulan dalam ekspor," kata pialang UOB KayHian dalam sebuah catatan yang dikutip dari Reuters.

Harga minyak sawit mentah akan berada dalam tren naik karena musim produksi puncak yang lebih lambat dari perkiraan dan risiko cuaca saat ini terhadap minyak sawit, kedelai, dan minyak nabati lainnya.

Menurut data Dewan Minyak Sawit Malaysia, persediaan minyak sawit Malaysia pada akhir Juni naik 1,9% menjadi 1,72 juta metrik ton dari bulan sebelumnya, jauh lebih kecil dari perkiraan.

Kondisi tanaman kedelai AS membaik selama seminggu terakhir setelah hujan di sabuk tanaman AS yang kering, meskipun tetap yang terburuk dalam lebih dari satu dekade dan kondisi gandum musim semi memburuk.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(trp/trp)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Abaikan Sejenak Isu Trump, IHSG Melenggang ke Zona Hijau