Warga RI Makin Gemar Pinjam Uang Pinjol, Ternyata Buat Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh pinjol P2P lending masih tumbuh dua digit hingga Mei 2023.
Artinya animo masyarakat Indonesia mencari dana segar dari platform tersebut masih terbilang tinggi
OJK juga mengungkapkan beberapa alasan atau motivasi masyarakat yang memutuskan untuk meminjam dana pada aplikasi pinjaman online. Meskipun demikian, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi mengaku saat ini masyarakat sudah dapat membedakan antara ponjol legal dan illegal.
"Kali saat ini beberapa masyarakat bisa membedakan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (3/7).
Wanita yang akrab disapa Kiki itu mengaku, saat ini ada masyarakat yang sengaja menggunakan ponjol ilegal hanya untuk mendapatkan dananya saja, namun tidak berniat untuk mengembalikan dana tersebut. "Sengaja menggunakna pinjol ilegal mau dapat dana dan nggak mau melakukan pelunasan," ungkapnya.
Jika dilihat dari motivasi seseorang meminjam dana pada aplikasi pinjol untuk membeli barang-barang atau kebutuhan yang sifatnya konsumtif alias tidak perlu. "Kalau kita liat dari mereka (meminjam ke pinjol) untuk kebutuhan konsumtif, traveling, beli gadget, hingga tiket konser," sebutnya.
Namun, kata Kiki, ada juga yang meminjam dana pinjaman online untuk berwirausaha. Namun, karena produknya tidak menghasilkan keuntungan yang diharapkan, sehingga kesulitan dalam pembayarannya. "Ada juga buat usaha tapi prduk ga laku sehingga pemasukan usaha nggak sebesar yang dikeluarkan gagal bayar," ucapnya.
Selanjutnya, ada juga masyarakat yang meminjam dana di aplikasi untuk kebutuhan mendesak seperti berobat. Kebutuhan mendesak membuat masyarakat cenderung untuk berfikir pendek tanpa tau cara mengembalikannya.
"Selama ini edukasi masyarakat terus dilakukan dengan melakuka sosialisasi berbagai," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan per Mei 2023, outstanding pembiayaan yang disalurkan P2P lending sebesar Rp 51,46 triliun, naik 28,11% secara tahunan (yoy).
Kendati melambat, pertumbuhan pembiayaan P2P lending tetap jauh di atas pertumbuhan kredit yang disalurkan industri perbankan. Sebagai informasi, kredit bank tumbuh 9,39% yoy.
Akan tetapi secara nilai, pembiayan dari P2P lending masih kalah jauh dibandingkan dengan kredit dari industri perbankan. Per Mei 2023, bank menyalurkan kredit sebesar Rp 6.577 triliun, sedangkan P2P lending Rp 51,46 triliun.
Seiring dengan kinerja dua digit tersebut, P2P lending dibayangi dengan naiknya kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP) 90.
TWP90 adalah pembiayaan yang tidak dibayar lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo oleh debitur.
Per Mei 2023, TWP90 sebesar 3,36%, naik 54 basis poin (bps) dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, TWP90 naik lebih tinggi atau 108 bps.
Dengan asumsi TWP90 per Mei 2023 sebesar 3,36%, maka kredit macet P2P lending pada bulan tersebut senilai Rp 1,72 triliun. Jumlah ini naik lebih dari 80% dibandingkan dengan posisi Mei 2022 yang sebesar Rp 915 miliar.
Ogi mengatakan TWP90 saat ini masih dalam kondisi cukup baik, karena masih di bawah batas atas dari OJK, yakni 5%. Dia mengatakan TWP90 tertinggi sempat terjadi pada Agustus 2020, saat pandemi Covid-19.
"Di awal pandemi Covid, itu capai level 8,82%. Tapi berjalan waktu, menurun di kisaran 2,8-3,3%, saat ini TWP90 di 3,36% kami anggap masih cukup baik," katanya dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, Selasa (4/7/2023).
(mkh/mkh)