33 Pinjol Kurang Modal, Izinnya Bakal Dicabut OJK?
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginformasikan terdapat 33 pinjaman online (pinjol) alias fintech peer 2 peer (p2p) lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimal Rp2,5 miliar hingga Mei 2023.
"OJK telah minta action plan ketentuan minimal pada p2p, dan memonitornya. Bagi penyelenggara p2p yang tidak bisa memenuhi ketentuan akan dilakukan langkah pengawasan," ujar Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dalam konferensi pers Rapan Dewan Komisioner OJK Juni 2023, Selasa (4/7/2023).
Sementara terkait pemenuhan ekuitas untuk perusahaan pembiayaan, masih ada 8 multifinance yang belum memenuhi. Sudah ada supervisory action, dan melakukan enforcement bagi perusahaan yang belum memenuhi ekuitas perusahaan minimum.
Patut diketahui, dua bulan lagi, pelaku fintech P2P Lending atau Pinjaman Online (Pinjol) wajib memenuhi kebijakan ekuitas minimum fintech P2P lending berdasarkan POJK 10/2022 yaitu sebesar Rp2,5 miliar.
Direktur Pengawas Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (DP3F OJK) Tris Yulianta mengatakan, kebijakan ini baru akan berlaku mulai per 4 Juli 2023. Ia pun mengimbau, bagi penyelenggara yang belum memenuhi modal, Pengawas telah meminta action plan pemenuhan ekuitas kepada penyelenggara tersebut dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan.
Bila pengusaha pinjol tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan, maka OJK akan mengenakan sanksi administratif hingga pemberhentian operasi.
"Dapat berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau pencabutan usaha. Pengenaan sanksi tersebut juga telah diatur dalam POJK 10/2022 dengan adanya pentahapan," ungkap Tris kepada CNBC Indonesia pada Selasa, (30/5/2023).
Tris menegaskan, pencabutan izin usaha merupakan sanksi tahap akhir. Ia berusaha menenangkan nasabah, pasalnya, OJK juga mempertimbangkan kepentingan konsumen agar tidak timbul kerugian, termasuk kehilangan dana yang masih tersisa di pinjol tersebut.
"Pada prinsipnya, supervisory action yang dilakukan oleh OJK justru bertujuan untuk mencegah timbulnya pelanggaran ketentuan yang disebabkan karena keterbatasan kondisi keuangan dan memastikan perlindungan konsumen dapat tetap dipenuhi oleh penyelenggara," tandas Tris.
(ayh/ayh)