Ini Sektor Paling Moncer dan Menderita di Semester 1 2023

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
28 June 2023 20:50
Aktifitas kapal ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/3/2021). Bandan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan ekspor dan impor tecatat US$ 15,27miliar atau mengalami kenaikan 8,56% dibandingkan pada Februari 2020 (year-on-year/YoY) yang mencapai US$ 14,06 miliar. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Ekspor- Impor (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Era suku bunga tinggi yang berdampak ke resesi global menjadi salah satu faktor pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang semester pertama 2023. IHSG melemah 2,76%, ditutup di di 6.850,74, paling buruk selama periode pandemi.

Penurunan imbal hasil IHSG dalam satu semester ini bukan tanpa sebab. Tingginya inflasi bahan baku makanan dan komoditas akibat pelonggaran uang (Quantitative Easing/QE) sebagai kebijakan penyelamatan pandemi covid-19 mendorong terjadinya commodity boom pada 2022 lalu.

Hal ini memaksa seluruh dunia menekan laju inflasi dengan kebijakan suku bunga tinggi. Lantas, sektor energi Indonesia yang mayoritas ditopang sub sektor batu bara, minyak, dan gas terimbas akibat perlambatan ekonomi.

Sektor energi yang sempat menjadi primadona sepanjang 2022 harus terkoreksi seiring penurunan pemintaan yang mendorong koreksinya harga komoditas. Harga komoditas batu bara telah anjlok 68,35%, menjadi US$127,9 per ton dari titik tertingginya.

Perusahaan energi yang berbasiskan siklus, tentunya akan mengalami terkoreksi seiring komoditas batu bara yang terus menurun. Meskipun harga batu bara masih relatif tinggi, pasar cenderung khawatir dengan prospeknya seiring kemungkinan terkoreksinya laba bersih dalam beberapa kuartal ke depan.

Kinerja Sektoral IDX Januari-Mei 2023 (YTD)

Melansir factsheet yang dirilis IDX, sektor energi memiliki performa terburuk, anjlok 25% sepanjang Januari-Mei 2023 atau YTD (Year-To Date).

Di sisi lain, pandemi yang sempat menahan aktivitas masyarakat menyebabkan adanya peningkatan permintaan pengiriman produk belanja online. Perusahaan transportasi, logistik, pengiriman barang, dsb. memperoleh lonjakan permintaan.

Emiten PT Temas Tbk (TMAS) yang bergerak di bidang pengiriman, logistik, dan kargo mengalami pertumbuhan permintaan. Selain itu, PT Adi Sarana Armada sebagai emiten penyewa kendaraan yang melakukan diversifikasi AnterAja juga memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Sewa kendaraan juga mengalami peningkatan seiring pandemi yang mereda dan pengumuman 'endemi'. Faktor-faktor tersebut menjadikan sektor transportasi melesat 9,8% atau meningkat 163,37 basis poin.

Performa terbaik selanjutnya adalah sektor konsumsi non siklikal dengan pertumbuhan 2,9%. Peningkatan harga komoditas tahun 2022 menyebabkan emiten FMCG harus meningkatkan harga jual untuk mempertahankan margin keuntungan. Seiring harga komoditas yang mulai terkoreksi, perusahaan konsumer akan mempertahankan harga jual sehingga margin laba akan membesar.

Sektor konsumsi siklikal yang ditopang perusahaan retailer di pusat perbelanjaan dan produk rumah tangga juga terapresiasi 0,6% seiring meredanya pandemi.

Sektor properti yang memiliki pendapatan berulang berupa pusat belanja juga mulai menunjukkan performanya dengan penguatan 0,1%. Di sisi lain, sektor properti memiliki prospek yang baik, mengingat suku bunga Bank Indonesia yang berpotensi ditahan sepanjang 2023 dan potensi suku bunga diturunkan. Hal ini akan berdampak positif terhadap penjualan properti perumahan (landed house) seiring bunga KPR yang menurun.

Sektor teknologi masih turun tipis 0,1% sebagai akibat suku bunga tinggi yang menyebabkan dana mahal, sehingga emiten kesulitan memperoleh pendanaan.

Sektor keuangan terkoreksi 3,3% yang diakibatkan perbankan digital yang menjadi pemberat pasca fase bullish hingga melampaui harga wajarnya. PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bank Allo Tbk (BBHI) menjadi pemberat dengan penurunan indeks poin 21,73 dan 9,95.

Sektor industri yang ditopang emiten penyedia jasa untuk sektor energi harus terkoreksi 4% seiring penurunan harga komoditas. PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Abm Investama Tbk (ABMM) menjadi pemberat dengan penurunan indeks poin 30,31 dan 9,06.

Sektor Infrastruktur dengan emiten-emiten padat modal harus terkoreksi signifikan 5,2% seiring tingginya suku bunga. Emiten pemberat bergerak di bidang tower dan pembangunan infrastruktur, diantaranya PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CNMP).

Sektor kesehatan anjlok 6,9% akibat pulihnya pandemi, sehingga emiten rumah sakit, produsen, dan distribusi obat tidak memiliki prospek sebaik 2020-2022.

Sektor industri bahan dasar harus turun dalam, mencapai 19,1% akibat emiten laggard-nya yang bergerak berupa produk komoditas nikel. Emiten pemberat diantaranya PT Berkah Beton Sedaya Tbk (BEBS), PT Merdeka Cooper Gold (MDKA), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).


(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]

Tags
Recommendation
Most Popular