
IHSG Lagi Lemes, 8 Saham Ini Jadi Beban

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah pada perdagangan sesi I Jumat (16/6/2023), meski sentimen pasar global cenderung positif.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,44% ke posisi 6.684,04. IHSG kembali menyentuh level psikologis 6.600 pada perdagangan sesi I hari ini, setelah sempat menembus kembali level psikologis 6.700 kemarin.
Secara sektoral, sektor kesehatan menjadi pemberat terbesar IHSG pada sesi I hari ini, yakni sebesar 1,74%.
Beberapa saham menjadi pemberat IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | -9,21 | 5.450 | -1,36% |
Telkom Indonesia | TLKM | -4,88 | 3.980 | -1,00% |
Astra International | ASII | -3,50 | 6.800 | -1,09% |
Sumber Alfaria Trijaya | AMRT | -2,88 | 2.590 | -2,26% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -1,92 | 115 | -0,86% |
Bank Negara Indonesia | BBNI | -1,89 | 9.000 | -1,10% |
Bank Central Asia | BBCA | -1,82 | 9.025 | -0,28% |
Kalbe Farma | KLBF | -1,48 | 2.050 | -1,44% |
Sumber: Refinitiv
Saham perbankan berkapitalisasi pasar terbesar kedua di bursa yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali menjadi pemberat terbesar IHSG pada sesi I hari ini, yakni mencapai 9,2 indeks poin.
Sedangkan saham farmasi yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga menjadi pemberat IHSG pada hari ini, yakni sebesar 1,5 indeks poin.
IHSG kembali terkoreksi meski sentimen pasar global pada hari ini cenderung positif, di mana kabar baik datang lagi dari Amerika Serikat (AS). Data tenaga kerja AS kembali melandai.
Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran tercatat 262.000 pada pekan yang berakhir pada 10 Juni, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang tercatat 249.000. Jumlah klaim pekan tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2021.
Kenaikan klaim pengangguran yang meningkat bisa menjadi sinyal jika ekonomi AS melambat sehingga ada harapan inflasi AS berikutnya turun tajam.
Sebelumnya pada Selasa lalu, AS juga mengumumkan jika inflasi mereka melandai ke 4% (year-on-year/yoy) pada Mei 2023, dari 4,9% (yoy) pada April 2023.
Jika inflasi AS kembali turun tajam, maka bukan tidak mungkin bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal kembali merubah pandangannya dan juga merubah sikapnya menjadi lebih dovish.
Di lain sisi, pelaku pasar di RI sepertinya menanggapi data neraca perdagangan Indonesia periode Mei 2023 yang dirilis kemarin, di mana surplusnya turun drastis.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia kembali tercatat surplus sebesar US$ 440 juta. Ini adalah surplus 37 bulan beruntun.
Namun, surplus ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan surplus April 2023 sebesar US$ 3,94 miliar. Dari catatanTim Riset CNBC Indonesia, surplus ini terendah sejak April 2020.
Jelas, surplus neraca perdagangan yang anjlok ini dipicu oleh kenaikan impor yang lumayan besar pada Mei 2023.
Nilai impor Indonesia Mei 2023 naik 14,35% dibandingkan Mei 2022. Sementara itu, impor nonmigas Mei 2023 naik 18,94% dibandingkan Mei 2022.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Loyo, GOTO dan 3 Raksasa Batu Bara Jadi Beban
