IHSG Lesu Lagi, 5 Saham Big Cap Ini Jadi Beban
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali melemah pada perdagangan sesi I Kamis (15/6/2023), meski bank sentral Amerika Serikat (AS) menahan suku bunga acuannya.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,3% ke posisi 6.679,8. IHSG bertahan di level psikologis 6.600 pada perdagangan sesi I hari ini.
Secara sektoral, sektor properti menjadi pemberat terbesar IHSG pada sesi I hari ini, yakni sebesar 0,94%.
Beberapa saham menjadi pemberat IHSG pada hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | -6,10 | 5.500 | -0,90% |
Sumber Alfaria Trijaya | AMRT | -1,92 | 2.660 | -1,48% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -1,91 | 115 | -0,86% |
Bank Central Asia | BBCA | -1,78 | 9.050 | -0,28% |
Astra International | ASII | -1,15 | 6.875 | -0,36% |
Sumber: Refinitiv
Saham perbankan berkapitalisasi pasar terbesar kedua di bursa yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi pemberat terbesar IHSG pada sesi I hari ini, yakni mencapai 6,1 indeks poin.
Koreksi IHSG terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di 5,0-5,25%.
Akan tetapi harapan pasar untuk melihat peluang pemangkasan suku bunga The Fed dalam waktu dekat harus ditunda, karena siklus suku bunga tinggi diproyeksikan akan berlanjut. Bahkan, The Fed mengisyaratkan kemungkinan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali lagi tahun ini.
Keputusan tersebut tidak hanya mengecewakan pasar, tetapi juga dapat berdampak pada berbagai aspek. Siklus kenaikan suku bunga yang belum berakhir menciptakan tingkat ketidakpastian yang tinggi di pasar global.
Pelaku pasar keuangan di seluruh dunia harus menghadapi volatilitas setiap kali data ekonomi AS dirilis, serta menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Sikap The Fed yang berpotensi masih hawkish juga dapat mempengaruhi keputusan bank sentral lainnya, termasuk Bank Indonesia (BI), untuk tetap mengadopsi kebijakan hawkish.
Meskipun inflasi domestik melandai, tetapi perkembangan terbaru menunjukkan bahwa BI kemungkinan sulit memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Hal ini dapat mengakibatkan suku bunga pinjaman bank sulit turun, meningkatkan ongkos pinjaman, dan menyulitkan perusahaan dalam melakukan ekspansi.
Permintaan kredit investasi, modal kerja, dan kredit konsumsi di Indonesia juga berpotensi terhambat akibat tingginya suku bunga di masa depan.
Keputusan The Fed yang tetap hawkish juga berpotensi membawa perekonomian AS menuju resesi. Sebagai motor utama perekonomian global, perlambatan ekonomi di AS akan memiliki dampak besar terhadap permintaan global, termasuk perekonomian Indonesia.
AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia, serta salah satu investor asing terbesar di negara ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)