
Dunia Makin Sulit, Bagaimana Nasib Saham Consumer Goods

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa kondisi dunia makin sulit. Hal ini ditandai dengan semakin banyak negara yang menjadi pasien IMF.
"Dulu tahun 98 hanya berapa 10 aja gak ada geger semua, sekarang 96 negara, menunjukkan situasi dunia sekarang ini betul-betul pada situasi yang sulit. Dalam 1-2 minggu kemarin juga kita baca di Eropa, secara teknikal masuk ke resesi. Informasinya yang jelek jelek seperti itu," kata Jokowi dalam Rakornas Wasin yang diadakan di Gedung BPKP, bilangan Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (14/6/2023).
Adapun sektor consumer goods tercatat masih menjadi pilihan investasi para investor sejak awal tahun 2023 setelah pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat yang meningkat.
Pada tahun ini consumer goods diprediksi akan tumbuh didorong oleh mulai meningkatnya aktivitas dan konsumsi masyarakat setelah melandainya pandemi Covid-19.
Meskipun dunia sedang tidak baik-baik saha, daya beli masyarakat Indonesia tercatat membaik, seperti tercermin dari rilis ekonomi dalam negeri kuartal keempat 2022. Ekonomi Indonesia tahun 2022 tumbuh sebesar 5,31%, lebih tinggi dibanding capaian tahun 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,70%.
Penopang salah satunya adalah konsumsi rumah tangga. Laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga naik 4,93% pada 2022.
Bank Indonesia (BI) juga baru merilis hasil Indeks Penjualan Riil (IPR) Mei 2023 sebesar 234,2, atau tumbuh tipis sebesar 0,02% (yoy).
Kinerja penjualan eceran tersebut didorong oleh Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau diprakirakan tetap tumbuh yakni 3,2%. Yang dimana kelompok ini berada di sektor consumer goods.
Meski secara bulanan, penjualan eceran diprakirakan berada pada fase kontraksi sebesar -3,6% (mtm), turun cukup dalam dari 12,8% pada April 2023.
Penurunan kinerja penjualan terjadi pada seluruh kelompok, terutama pada subkelompok sandang, kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta peralatan informasi dan komunikasi sejalan dengan normalisasi konsumsi masyarakat setelah periode Ramadhan dan Idulfitri 1444 H.
Adapun Ramadhan dan Idulfitri di Indonesia tahun ini jatuh pada 23 Maret 2023 hingga 22 April 2023.
Indeks Penjualan Riil (IPR) per April 2023 tercatat sebesar 242,9 atau secara tahunan tumbuh sebesar 1,5% (yoy).
Dalam laporan keuangan, konsumsi dan transaksi April 2023 akan masuk dalam kuartal II/2023 yang tak lama lagi akan selesai pada akhir Juni 2023. Hal ini memberikan optimistis terhadap kinerja pada kuartal II/2023.
Dalam jangka panjang, tren penurunan inflasi dan mobilitas masyarakat akan membaik dan mendorong permintaan.
Akan tetapi data inflasi Indonesia per Mei 2023 masih berada pada level 4%. Bank Indonesia menargetkan berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi ±1%.
Dengan demikian Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah harus menurunkan inflasi sesuai dengan target Bank Indonesia pada kisaran 3%.
Inflasi membuat nilai mata uang menjadi turun sehingga daya beli pun juga melemah. Melemahnya daya beli tersebut terjadi karena peningkatan harga yang dilakukan penjual sebagai upaya mendapatkan nilai agar tetap untung setelah terjadi inflasi.
Akan tetapi jika Inflasi turun maka harga akan menjadi semakin murah dan Bank Indonesia tidak perlu menaikkan kembali suku bunga untuk menangani kenaikan inflasi.
Suku bunga Indonesia sepanjang tahun 2023 bertahan di 5,75% hingga Mei 2023. Hal ini menjadi keuntungan bagi sektor consumer goods.
Secara teori, ketika harga barang murah, tingkat belanja masyarakat akan tinggi.
Kemudian dari sisi moneter, suku bunga yang stabil akan membuat perusahaan-perusahaan mengukur risiko, sehingga mendorong lebih banyak permintaan dana ke bank.
Selain inflasi yang terus menurun Upah Minimum Pekerja (UMP) 2023 juga mengalami kenaikan. Oleh karena itu di Jakarta UMP naik 5,6% dan 33 provinsi lainnya juga mengalami kenaikan dibawah 10%.
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, kenaikan UMP tidak boleh melebihi 10%.
Hal-hal inilah yang kemudian membuat sektor consumer goods masih cerah pada 2023. Sektor fast-moving consumer goods (FMCG) diproyeksikan bakal mengalami pertumbuhan sekitar 6,5% pada 2023.
Berkembangnya pasar e-commerce saat ini yang di mana diisi oleh produk-produk consumer goods mendorong kinerja dari sektor tersebut.
Berikut beberapa emiten terbesar di sektor fast-moving consumer goods (FMCG) yang berkontribusi 10% terhadap market cap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG):
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Perilaku Konsumen FMCG Berubah Selama 3 Dekade