20 Saham Batu Bara Bergairah Lagi, Bakal Bertahan Lama?
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten batu bara secara mayoritas kembali menguat pada perdagangan sesi I Senin (12/6/2023), ditopang oleh cerahnya harga batu bara pada pekan lalu.
Per pukul 09:52 WIB, dari 20 saham batu bara RI, 15 saham terpantau menguat, tiga saham cenderung stagnan, dan dua saham terpantau melemah.
Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Bayan Resources | BYAN | 15.150 | 6,69% |
Bukit Asam | PTBA | 3.500 | 3,55% |
Baramulti Suksessarana | BSSR | 3.530 | 2,92% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | 2.230 | 1,83% |
Alfa Energi Investama | FIRE | 62 | 1,64% |
TBS Energi Utama | TOBA | 418 | 1,46% |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 23.600 | 1,40% |
Delta Dunia Makmur | DOID | 354 | 1,14% |
Bumi Resources | BUMI | 114 | 0,88% |
Prima Andalan Mandiri | MCOL | 4.640 | 0,87% |
Indika Energy | INDY | 1.915 | 0,79% |
Golden Eagle Energy | SMMT | 670 | 0,75% |
Atlas Resources | ARII | 151 | 0,67% |
Mitrabara Adiperdana | MBAP | 4.590 | 0,66% |
United Tractos | UNTR | 23.225 | 0,65% |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 830 | 0,00% |
MNC Energy Investment | IATA | 66 | 0,00% |
Borneo Olah Sarana Sukses | BOSS | 52 | 0,00% |
Harum Energy | HRUM | 1.450 | -0,34% |
ABM Investama | ABMM | 3.100 | -1,59% |
Sumber: RTI
Saham raksasa batu bara dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) memimpin penguatan saham batu bara pada sesi I hari ini, yakni melonjak 6,69% ke posisi Rp 15.150/saham. Bahkan, saham BYAN sempat melejit lebih dari 7% pada awal perdagangan sesi I hari ini.
Selain itu, mayoritas saham raksasa batu bara juga bergairah pada sesi I hari ini, kecuali saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang cenderung masih terkoreksi yakni sebesar 0,34% menjadi Rp 1.450/saham.
Selain saham HRUM, saham PT ABM Investama Tbk (ABMM) juga melemah 1,59% ke Rp 3.100/saham.
Harga batu bara melonjak pekan lalu mengikuti kenaikan harga gas. Pergerakan harga batu bara pekan ini juga diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh harga gas.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, yakni Jumat lalu, harga batu bara kontrak dua bulan atau Juli di pasar ICE Newcastle ditutup melemah 0,55% di posisi US$ 143,7 per ton.
Kendati melemah pada Jumat pekan lalu, tetapi secara keseluruhan, harga batu bara melonjak 7,12% sepanjang pekan lalu. Penguatan pekan lalu memutus tren negatif pasir hitam yang ambruk dalam tujuh pekan beruntun sebelumnya.
Penguatan sebesar 7,12% sepekan lalu juga menjadi yang terbaik dalam 10 pekan terakhir atau sejak 24 Maret 2023.
Harga batu bara menguat setelah harga gas melonjak. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) terbang 19% ke 32,05 euro per mega-watt hour (MWh) pada Jumat pelan lalu. Harganya juga melonjak 35,3% dalam sepekan.
Kenaikan harga gas dipicu oleh gangguan pasokan dari Norwegia serta berkurangnya produksi listrik dari tenaga angin pada pekan-pekan mendatang.
Gangguan pasokan dari Norwegia diperkirakan akan tetap berlanjut pekan ini sehingga harga gas masih bisa bertahan tinggi.
Terminal LNG Norwegia menunda jadwal operasional yang semula ditentukan pada 14 Juni karena perawatan yang belum selesai.
Harga gas alam sempat melonjak karena pasokan dari Amerika Serikat (AS) akan berkurang karena permintaan dari Asia melonjak menyusul suhu yang semakin panas.
Harga gas juga naik karena terminal LNG di Montoir, Prancis, akan tutup hingga 10 Juni sementara pengiriman gas dari Rusia melalui Black Sea ke Turki juga ditangguhkan hingga 13 Juni karena perawatan.
Kendati demikian, tren ini kemungkinan tidak akan selamanya. Kenaikan harga gas saat ini bukan merupakan pembalikan tren dari pelemahan ke penguatan tetapi hanya sementara.
"Ini (persoalan pasokan dari Norwegia) akan membuat pasokan gas ke Inggris berkurang hingga Minggu ini. Kami memperkirakan fundamental harga gas saat ini tidak menjustifikasi jika harga gas sudah terjadi pembalikan," tutur analis gas dari Reuters, Ulrich Weber.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)