Bosan Hidup Kaya, Sosok Ini Malah Jadi Raja Ayam Terbesar RI

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Senin, 05/06/2023 13:20 WIB
Foto: Bob Sadino. (Ist)

Jakarta,CNBC Indonesia - Lahir dari keluarga berkecukupan tidak membuat Bob Sadino pusing memikirkan masa depan. Dia bisa minta uang dari bapaknya untuk jalan-jalan keliling dunia atau bahkan nongkrong bareng teman. Namun, semua keistimewaan itu tidak dia lakukan. 

"Dari kecil saya hidup berkecukupan. Jenuh banget! Saya memutuskan untuk memiskinkan diri," kata Bob dalam Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila (2009)

Ucapan itu keluar dari mulutnya sekitar tahun 1967, atau setelah dia kerja di Unilever, perusahaan pelayanan Djakarta Lyold, hidup sembilan tahun di Belanda, dan punya dua mobil Mercedes Benz. Hidupnya kemudian berlanjut sebagai pengusaha, ketimbang bekerja di bawah perusahaan orang.


Sebagai modal hidup, sesampainya di Indonesia, dia memanfaatkan Mercedes Benz miliknya.

"Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan, yang ketika itu masih sepi dan lebih berupa sawah dan kebun. Mobil satunya lagi ia taksikan. Bob sendiri sopirnya," tulis pengarang buku Apa dan Siapa? (2004)

Naas, saat menjadi sopir musibah menimpa Bob. Terjadi kecelakaan dan mobilnya hancur. Otomatis, mata pencahariaannya menghilang. Agar bisa menghidupi anak dan istrinya, dia banting setir jadi kuli bangunan. Baginya ini adalah keputusan terbaik, lagi-lagi dibanding bekerja dengan orang. Padahal saat itu, istrinya bisa dengan mudah bekerja di perusahaan karena punya pengalaman mentereng kerja di luar negeri. 

Alhasil, dia menjalani fase itu dengan kesulitan. Hidup sangat miskin. Pikiran stress pun menyelimuti kepala Bob. Namun, dia tidak mau sembarangan memakai uang tabungan meski bisa menolong kehidupannya.

Sampai suatu hari pada 1967, Bob bertemu dengan Sri Mulyono Herlambang, seorang eks-Jenderal dari Angkatan Udara Republik Indonesia. Sri Herlambang diketahui baru saja memulai bisnis ternak ayam ras dari Jepang dan Amerika. Karena pasar di Indonesia masih minim, Sri mengajak Bob untuk ternak ayam saja.

Bahkan, Sri tak sekedar mengajak. Dia memberikan 50 ekor ayam ras secara gratis sebagai modal pertama. Seluruh ayam itulah yang dimanfaatkan untuk hidup. Dia menjadikan ayam itu sebagai ayam petelur. Hasil telur itulah yang ditawarkan dari rumah ke rumah. Dari sinilah, Bob sebagai pengusaha mulai dikenal banyak orang. Tercatat ada 15 rumah yang jadi langganannya.

Seiring waktu, dua tahun setelah sukses jadi pedagang telur, Bob mendirikan toko serba ada bernama Kem Chiks pada 1969 di Kemang. Di toko itulah dia menjual telur, sayuran hidroponik, dan daging ayam potong. 

Pada tahun 1980-an, Kem Chiks sangat berjaya. Pengunjung tokonya mencapai 1.200 orang per hari. Lalu per bulan, tokonya sukses menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar. 

Hingga akhirnya, Bob membangun toko di Pondok Indah dan Jl. Balikpapan Jakarta. Total seluruh cabangnya memperkerjakan 300-an orang. Tak hanya itu, dia juga membangun pabrik daging olahan yang memproduksi sosis dan ham. Olahannya kemudian dipasarkan di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya.

Sejak itulah dia dikenal sebagai pengusaha besar di era Orde Baru, dengan gaya khasnya: pakai kemeja dan celana pendek. Sebelum meninggal pada 2015, Bob selalu mengajak para sarjana mengikuti jejak hidupnya, yakni memilih menjadi pengusaha ketimbang bekerja dengan orang.


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Soroti Ketahanan Bisnis Asuransi, Pembiayaan & Dapen