
Jreng! Induk Tambang Nikel Raksasa RI Ogah Pakai Acuan LME

Jakarta, CNBC Indonesia - Eramet, Perusahaan induk PT Weda Bay Nickel (WBN), salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia menganggap bahwa London Metal Exchange (LME) tidak lagi menjadi tolok ukur pasar nikel dan pamornya telah kalah dengan Pasar Logam Shanghai.
Hal ini dikutip dari Reuters, Kamis, (1/6/2023). Ketua dan Kepala Eksekutif Eramet Christel Bories mengatakan kepada Bloomberg News bahwa Indeks yang diproduksi oleh Shanghai Metals Market "telah menjadi tolok ukur" untuk menentukan harga feronikel.
"Namun, ada peningkatan keterputusan antara fundamental pasar dan produk yang secara fisik disimpan di gudang LME," kata Bories.
"Masalah LME adalah penetapan harga bijih murni. Sementara nikel semakin jarang digunakan sebagai logam murni," tambah Bories.
Eramet mengatakan LME adalah produsen feronikel terbesar kedua di dunia, yang menyumbang lebih dari 10% produksi global. keluaran nikel dan digunakan untuk membuat baja tahan karat.
Seorang juru bicara Eramet mengatakan bahwa sebagian besar produk nikelnya tidak diindeks terhadap harga LME. Namun, ada pengecualian bagi bijih nikel di Indonesia yang masih mengikuti LME.
Eramet secara historis memproduksi nikel di Prancis wilayah Pasifik Kaledonia Baru. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir memperluas produksi di Indonesia di tambang Weda Bay dalam kemitraan dengan raksasa baja China Tsingshan.
LME meluncurkan dua konsultasi pada hari Rabu mengenai kemungkinan reformasi setelah krisis tahun lalu dalam perdagangan nikel. Langkah itu menindaklanjuti rencana aksi yang ditetapkan pada bulan Maret.
Langkah ini merupakan bagian dari reformasi besar-besaran untuk meningkatkan kepercayaan investor setelah krisis tahun lalu, ketika bursa menangguhkan perdagangan dan membatalkan kesepakatan miliaran dolar.
Untuk diketahui, perusahaan tambang asal Perancis, Eramet Group bersama perusahaan baja asal China, Tsingshan Holding Group Co saat ini menguasai 90% saham di tambang nikel bertempat di Indonesia Weda Bay.
Sementara itu, sisanya, sebanyak 10% dimiliki Antam. Situs resmi Eramet mencatat, dalam patungan itu, Eramet memiliki 43% saham, sementara Tsingshan memiliki 57%.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Raksasa Nikel Mau Aturan Harga Diubah, RI Akan Ketiban Cuan?