Rugi Puluhan Triliun, IPO BUKA Terboncos Sepanjang Sejarah
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat digadang-gadang sebagai pembuka jalan 'pesta' saham teknologi di bursa di awal melantai di bursa, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) malah menjadi saham IPO (initial public offering) terboncos sepanjang sejarah.
Ini lantaran Bukalapak menjadi emiten dengan raupan dana proceed IPO terbesar sepanjang sejarah bursa RI, yakni mencapai Rp21,90 triliun.
Emiten anak usaha Telkom (TLKM), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) yang listing pada 22 Mei 2021 pun tak mampu menyalip posisi BUKA, dengan dana IPO yang dikantongi sebesar Rp18,79 triliun.
Bukalapak dengan proceed yang jumbo kala itu turut menyedot likuiditas pasar. Pada debut perdana di bursa, 6 Agustus 2021, para pemegang sahamnya berpesta karena saham BUKA melonjak 24,71% ke Rp1.060/saham.
Pada hari kedua, 9 Agustus 2021, BUKA masih sanggup naik dengan ditutup di Rp1.110/saham atau menguat 4,73% secara harian. Level itulah yang menjadi level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) harian saham BUKA hingga saat ini.
Hal tersebut karena, semenjak itu, saham BUKA langsung terjatuh dengan cepat, dengan terakhir kali berada di atas harga IPO pada 30 September 2021 (Rp860/saham).
Bahkan, pada 25 Maret 2023, harga saham BUKA berada di level penutupan terendah (all time low/ATL), yakni di angka Rp197/saham.
Sementara, apabila dibandingkan dengan posisi pada penutupan sesi I perdagangan Senin (29/5/2023), saham BUKA sudah anjlok 76,47% dari harga saat IPO.
Jika dihitung secara kasar antara penurunan 76,47% tersebut dan proceed IPO BUKA yang sebesar Rp21,90 triliun, nilai 'boncos' dari saham BUKA sejak debut di bursa mencapai Rp16,75 triliun.
Dana IPO yang besar serta valuasi yang terlalu mahal (overvalued) di tengah perusahaan e-commerce tersebut yang masih merugi, plus adanya rotasi ke sektor di luar teknologi kala itu, menjadi kombinasi yang pas yang membuat saham Bukalapak cepat turun ke bawah bak peluru.
Apalagi, situasi ekonomi global kemudian dipenuhi ketidakpastian, dengan aksi galak bank sentral terkuat di dunia, Federal Reserve (The Fed), yang melakukan pengetatan kebijakan moneter (tapering off, penaikan suku bunga), akhirnya menghantam sektor teknologi yang di dalamnya terdapat Bukalapak.
Kini, saham BUKA, dan juga emiten teknologi raksasa RI lainnya, masih belum menemukan momentum untuk bisa melonjak tinggi, seiring era suku bunga tinggi masih belum berakhir dan investor masih terus mencermati usaha perusahaan tech tersebut untuk menuju jalur profitabilitas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research, divisi penelitian CNBC Indonesia. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau aset sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(fsd/fsd)