Awal Pekan Happy, IHSG Dibuka Menguat 0,24%

Muhammad Awar, CNBC Indonesia
29 May 2023 09:07
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan perdana pekan ini, Senin (29/5/23) dibuka menguat tipis 0,24% menjadi 6.703,04. Pekan ini, para pelaku pasar di Indonesia akan terus memantau perkembangan sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat, dan merespons data-data ekonomi China.

Pada pukul 09.03, IHSG masih menguat 0,12% ke level 6.695,23. Perdagangan menunjukkan terdapat 215 saham naik, 123 saham turun sementara 227 lainnya mendatar.

Perdagangan juga mencatatkan sebanyak 54 juta saham terlibat dengan nilai perdagangan baru mencapai Rp 387 miliar.

Pekan ini, sentimen dari luar negeri diperkirakan akan mendominasi pergerakan pasar keuangan Indonesia, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Fokus para pelaku pasar terutama tertuju pada kabar terkait kebijakan moneter Amerika Serikat dan perkembangan pagu utang Paman Sam.

Dalam beberapa waktu terakhir, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Anggota Kongres Utama dari Partai Republik Kevin McCarthy telah sepakat untuk menaikkan plafon utang pemerintah federal menjadi US$31,4 triliun, mengakhiri kebuntuan yang berlangsung selama berbulan-bulan terkait debt ceiling. Namun, kesepakatan ini masih belum diputuskan secara final.

Menurut laporan Reuters, McCarthy mengungkapkan bahwa negosiasi masih berlangsung dan belum mencapai keputusan akhir. Dia menyatakan, "Saya baru saja menutup panggilan telepon dengan presiden (Joe Biden) beberapa waktu lalu. Setelah dia membuang-buang waktu dan menolak untuk bernegosiasi selama berbulan-bulan, kami telah mencapai kesepakatan prinsip yang layak untuk Amerika."

Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, telah memperpanjang batas waktu penetapan gagal bayar utang pemerintah dari tanggal 1 Juni menjadi 5 Juni 2023. Hal ini memberikan harapan adanya penyelesaian yang dapat menghindari skenario default.

Di sisi lain, data ekonomi AS yang akan dirilis pekan depan diprediksi akan menunjukkan kelemahan. Indeks keyakinan konsumen diperkirakan akan masuk ke zona pesimis dengan IKK AS turun menjadi 99,1 dari 101,3 pada bulan sebelumnya. Klaim pengangguran awal diperkirakan akan meningkat menjadi 235.000, sedangkan aktivitas manufaktur tetap berada di zona kontraksi dengan angka 47,1.

Meskipun indikator-indikator tersebut menunjukkan perlambatan ekonomi AS, pandangan pasar tetap percaya bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 14 Juni mendatang. Sebelum pengumuman FOMC terakhir, sebagian besar investor memperkirakan sikap hawkish dari The Fed, dengan 64,2% investor masih mempertahankan keyakinan tersebut.

Selain itu, China juga akan merilis data aktivitas manufaktur yang diperkirakan tetap berada di zona kontraksi. Menurut data NBS, aktivitas manufaktur China diperkirakan berada di 49,4, sementara data Caixin memperkirakan angka 49,3.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular