
Rupiah Sudah Dekat Rp 15.000/US$, BI Tak Intervensi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Kamis kemarin. Pelemahannya bahkan cukup tajam, 0,34% ke Rp 14.945/US$. Pelemahan rupiah berpeluang berlanjut pada perdagangan Jumat (26/5/2023), melihat pelaku pasar masih berfokus pada pembahasan utang Amerika Serikat.
Risiko besar menghantui jika batas utang tersebut tidak dinaikkan sebelum 1 Juni, sehingga membuat pelaku pasar was-was.
Namun, melihat rupiah sudah dekat level psikologis Rp 15.000/US$, ada kemungkinan BI akan melakukan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar.
Apalagi dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo optimis rupiah akan terus menguat.
"(Penguatan) didorong oleh kuatnya aliran masuk modal asing di investasi portofolio," paparnya.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di atas rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50). Tekanan pelemahan tentunya semakin besar, meski masih berada di bawah MA100 dan 200.
Namun, Mata Uang Garuda juga masih berada jauh di bawah Rp 15.090/US$ yang bisa menjadi kunci pergerakan rupiah ke depannya.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini sudah berada di wilayah jenuh beli (overbought).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang berada di wilayah overbought membuka peluang penguatan rupiah.
MA 50 di kisaran Rp 14.890/US$ - Rp 14.900/US$ menjadi support terdekat, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko menguji level psikologis Rp 15.000/US$, bahkan lebih tinggi lagi.
Rupiah baru memiliki peluang menguat lebih jauh jika mampu menembus ke bawah MA 50.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Inflasi Amerika Diramal Meninggi, Rupiah Bisa Menguat Lagi?
