IHSG Ditutup Anjlok 0,56%, Emiten Bank Jadi Beban

Awar Muhammad, CNBC Indonesia
Selasa, 16/05/2023 13:11 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada penutupan perdagangan sesi I hari ini (16/5/23). IHSG ditutup drop 0,56% menjadi 6.674,48 secara harian.

Sebanyak 309 saham melemah, 209 tidak berubah dan hanya 208 saham yang menguat. Tak hanya itu, hingga istirahat siang, nilai transaksi mencapai sekitar Rp. 4,3 triliun dengan melibatkan 10,5 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 792 ribu kali.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, dari lima pemberat utama (laggard) IHSG siang ini, tiga diantaranya berasal dari sektor perbankan-finansial.


Bank Rakyat Indonesia yang jatuh hampir 1% membebani sebesar 6,09 indeks poin disusul Merdeka Copper Gold sebesar 4,87 indeks poin. Diposisi ketiga dan keempat diisi oleh Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia Indonesia masing-masing membebani IHSG 4,69 dan 3,28 indeks poin lebih. Terakhir Astra International berkontribusi pada pelemahan IHSG sebesar 2,32 indeks poin. Di lain sisi, Bank Central Asia juga terpantau memberatkan bursa acuan tanah air sebesar 1,76 indeks poin. Dengan demikian, seluruh bank buku IV yang melemah memberikan dorongan negatif terhadap IHSG pada sesi I kali ini.

Sementara itu, pertemuan antara Presiden Joe Biden dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy masih menjadi perhatian utama para pelaku pasar. Maklum saja, kurang lebih dua pekan kedepan, Amerika Serikat terancam mengalami gagal bayar (default) jika batas pagu utang tidak dinaikkan.

Partai Republik yang merupakan oposisi menguasai DPR AS, sehingga menyulitkan bagi Biden untuk meloloskan anggaran belanja. Baik anggota Parta Demokrat maupun Republik sedang mencari landasan yang sama dalam hal belanja dan regulasi energi sebelum Biden dan McCarthy bertemu besok.

Partai Republik sudah berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan pagu utang jika pemerintah tidak memangkas belanja dengan besar alias melakukan penghematan.

Kabar baiknya, pemerintah di Gedung Putih masih mempertimbangkan syarat dari Partai Republik tersebut, sehingga peluang dinaikkannya batas pagu utang terbuka, dan Amerika Serikat bisa lolos dari gagal bayar yang berisiko membuat perekonomian AS merosot.

Berkaca dari sebelumnya, kisruh pagu utang membuat Amerika Serikat mengalami kerugian miliaran dolar. Itu pun yang terjadi bukan gagal bayar, baru sebatas shutdown atau penutupan sebagian layanan pemerintahan karena tidak adanya anggaran.

Shutdown bukan hal yang baru, pernah terjadi berkali-kali di AS. Yang terakhir dan masih segar di ingatan adalah shutdown di era pemerintahan Presiden AS ke-45, Donald Trump.

Sama seperti tahun ini, saat itu di 2018, Partai Demokrat menolak rancangan anggaran dari Partai Republik yang menguasai pemerintahan. Akhirnya anggaran sementara diloloskan, tetapi hingga akhir tahun belum ada kesepakatan untuk anggaran satu tahun fiskal 2019. Alhasil, pemerintahan AS shutdown selama hampir 35 hari, mulai 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019.

Shutdown tersebut merupakan yang terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat, dan berdampak cukup besar terhadap perekonomian. Menurut Congressional Budget Office (CBO), shutdown tersebut berdampak ke perekonomian sebab sekitar 800.000 tenaga kerja dirumahkan, kemudian belanja pemerintah federal juga menjadi tertunda.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor