Katanya Harta Karun RI, Trio Saham Nikel Kok Jadi Beban IHSG?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat pada perdagangan sesi II Rabu (26/4/2023), setelah libur panjang dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1444 H.
Per pukul 14:03 WIB, IHSG menguat 0,6% ke posisi 6.862,65. IHSG pun kembali menyentuh level psikologis 6.800.
Meski menguat, tetapi beberapa saham terpantau ada yang terkoreksi parah dan cenderung menahan penguatan IHSG.
Saham tersebut merupakan saham emiten nikel. Meski koreksinya tidak terlalu membebani IHSG, tetapi perlu dicermati oleh pelaku pasar. Adapun saham tersebut yakni PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Saham MBMA turut menahan penguatan IHSG hingga 2,33 indeks poin. Saham MBMA sendiri ambles 6,78% ke posisi harga Rp 825/saham dan sudah menyentuh auto reject bawah (ARB).
Sedangkan saham INCO juga cenderung menahan penguatan indeks sebesar 0,55 indeks poin dan terkoreksi hingga 1,52% menjadi Rp 6.500/saham.
Selain itu, saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) juga terpantau ambles hingga 6,92% menjadi Rp 1.345/saham dan juga sudah menyentuh ARB dan masuk dalam jajaran top losers.
Saham nikel yang terpantau melemah terjadi di tengah melandainya harga nikel pada perdagangan Selasa kemarin. Harga nikel berdasarkan London Metal Exchange (LME) berakhir merosot 5,31% dan menetap di US$ 23.341 per ton.
Selain itu, ada kabar kurang menggembirakan, di mana Amerika Serikat (AS) cenderung tidak berlaku adil terhadap hasil nikel Indonesia yang tidak mendapatkan kredit pajak dalam pembuatan baterai kendaraan listrik di AS melalui Undang-undang Inflation Reduction Rate (IRA).
Melalui undang-undang baru IRA, AS diketahui bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun demikian, insentif ini dikhawatirkan tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia. Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
Hal ini membuat pengusaha nikel melalui Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memberikan pesan menohok kepada AS atas sikapnya yang tidak berlaku adil terhadap hasil nikel Indonesia.
Meski begitu, APNI meyakini bahwa Indonesia tidak akan dirugikan secara signifikan atas 'pengucilan' (AS) terhadap nikel Indonesia itu. Jika Indonesia tetap dikucilkan, maka Indonesia bisa mencari pangsa pasar lain.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pihaknya akan terbang ke AS dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Bila nantinya AS tidak bersepakat dengan RI, maka menurutnya yang akan rugi adalah pihak AS itu sendiri.
"Kita akan bicara (dengan AS), karena kalau tidak, mereka akan rugi juga dan green energy yang kita punya untuk proses prekursor katoda itu mereka nggak dapat dari Indonesia karena kita nggak punya Free Trade Agreement dengan mereka," tegasnya saat konferensi pers di gedung Kemenko Marves, Senin (10/4/2023).
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd)