
IHSG Kembali Ambles, 5 Saham Ini Penyeretnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sesi I Senin (27/3/23) berakhir di 6.708,93 atau turun drastis 0,79% secara harian.
Sebanyak 215 saham melemah, 295 saham menguat sementara 215 saham lainnya tidak bergerak. Sore ini, nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,57 triliun dengan melibatkan 23,25 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.
Hari ini IHSG konsisten diperdagangkan di zona merah dan bahkan menyentuh level terendah di 6.704,75 sesaat sebelum penutupan. Dalam lima hari perdagangan, apresiasi IHSG meningkat 2,18%. Sementara itu sejak awal tahun, IHSG masih membukukan pelemahan 2,07% (year to date).
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, enam dari total sektor melemah. Sektor utilitas finansial menjadi yang paling merugikan indeks, turun masing-masing 1,62% dan 1,58%.
Adapun lima bottom movers IHSG hari ini berdasarkan bobot indeks poinnya masih dipenuhi dari sektor perbankan-finansial, meliputi:
1. PT Bank Mandiri (-32,98)
2. PT Bank Central Asia (-8,87)
3. PT Bank Rakyat Indonesia (-3,68)
4. PT Astra International (-3,50)
5. PT Bayan Resources (-3,37)
Bank Mandiri terkoreksi parah dan menjadi beban IHSG paling karena pada hari ini merupakan periode ex date dividen tunai di pasar reguler dan pasar negosiasi. Hal ini karena investor mulai menjualnya sehingga koreksi saham pun tidak terhindarkan.
Koreksi IHSG di awal pekan ini merupakan imbas dari gonjang-ganjing yang melanda sektor perbankan global yang memberikan sentimen negatif. Meski demikian, terdapat dampak positifnya yaitu pasar kini melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi dan bahkan banyak yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti.
Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54% The Fed akan memangkas suku bunganya 25 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%. Pasar pun menyambut dengan optimisme yang besar, ada harapan Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi alias soft landing.
Namun, pelaku pasar masih was-was terhadap stabilitas finansial setelah kolapsnya SVB dan dua bank lainnya di Amerika Serikat. Gonjang-ganjing tersebut akhirnya merembet ke Eropa, Credit Suisse nyaris kolaps.
Dana Moneter Internasional (IMF) risiko stabilitas finansial semakin meningkat dan meminta semua negara terus waspada. Meski demikian, langkah yang diambil otoritas di negara-negara maju mampu membuat pasar sedikit lebih tenang.
"Kami terus memonitor perkembangan dengan seksama dan menilai kemungkinan implikasinya ke outlook perekonomian global serta stabilitas finansial global," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, sebagaimana dikutip CNBC International, Minggu (26/3/2023).
Di Amerika Serikat, bank kecil sudah menjadi korban. Terjadi perpindahan simpanan nasabah dari bank kecil ke bank besar dengan nilai yang signifikan. Dampaknya, bank kecil bisa kekurangan modal. Berdasarkan data dari Federal Reserve, dalam sepekan 15 Maret, deposit di bank-bank kecil merosot hingga US$ 119 miliar menjadi US$ 5,46 triliun.
Namun, disisi lain, deposit di bank besar mengalami kenaikan US$ 67 miliar menjadi US$ 10,74 triliun. Hal ini menjadi indikasi para nasabah masih cemas krisis perbankan bisa meluas, khususnya menimpa bank kecil pasca kolapsnya SVB.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(Muhammad Azwar/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat