Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia akan menjadi poros utama dalam pengembangan teknologi transisi energi dunia menjadi lebih hijau. Pasalnya, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan dunia akan energi ramah lingkungan.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan kekayaan mineral dunia sebagai bahan utama produksi teknologi energi ramah lingkungan berada di Indonesia.
"Di situ ada unsur-unsurnya, ada grafit di situ, nikel, alumunium, ada tembaga, ada baja, ada kobalt, ada lithium. Contohlah tembaga 10%, nikel 18%, alumunium 15%, ini adalah mineral yang kemudian bisa menciptakan ekosistem EV," terang Tony pada acara Economic Outlook 2023 yang diselenggarakan CNBC Indonesia pada 28 Februari 2022
Berdasarkan Administrasi Energi Internasional (IEA) untuk satu buah EV memerlukan 53,2 kilogram (kg) tembaga, 39,9 kg nickel, 13,3 kg kobalt, 24,5 kg mangan, 8,9 kg lithium, grafit sebesar 66,k kg, dan logam tanah jarang sebesar 0,5 kg.
 Foto: IEA Unsur Logam dalam Baterai Mobil Listrik |
Pada dua puluh tahun ke depan, permintaan akan logam akan meningkat secara eksponensial seiring langkah untuk mencapai net zero emission di berbagai negara.
Bahkan kebutuhan mineral untuk transisi energi akan lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan akan energi fosil yang juga akan menyusut.
 Foto: IEA Perkembangan Permintaan Logam Dunia |
Komitmen akan energi bersih terus digaungkan di berbagai pertemuan internasional dalam upaya menjaga kenaikan suhu bumi yang dapat membuat dunia kacau balau.
Maka dari itu teknologi transisi energi akan semakin tinggi kebutuhannya. IEA memperkirakan pada 2040 permintaan teknologi transisi energi akan tumbuh enam kali lipat dari 2020.
Indonesia sebagai "kantong" mineral logam dunia tentu saja diuntungkan. Adapun kekayaan mineral dunia yang dimiliki oleh Indonesia adalah:
1. Nikel
Cadangan nikel RI menjadi yang terbesar di dunia. Menurut data Kementerian ESDM 2020 dalam booklet berjudul "Peluang Investasi Nikel Indonesia", menyebut cadangan logam nikel yang dimiliki RI sebesar 72 juta ton Ni (nikel).
Jumlah tersebut adalah 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Data tersebut merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.
Sementara untuk bijih nikel, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.
Adapun cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, di mana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.
2. Timah
Kemudian Indonesia juga merupakan raja timah dunia. Berdasarkan data Peluang Investasi Timah Indonesia 2020 menyebut cadangan timah Indonesia menjadi yang terbesar ke-2 di dunia, yakni 17% dari total cadangan timah dunia, setelah China yang menguasai 23% cadangan timah dunia.
Total cadangan timah dunia pada awal 2020 tercatat sebesar 4,74 juta ton logam timah, di mana Indonesia tercatat sebesar 800 ribu ton logam.
Dari sisi sumber daya, timah RI tercatat mencapai sekitar 2,88 juta ton logam dan 10,78 miliar ton bijih timah. Tidak hanya menguasai cadangan terbesar kedua di dunia, Indonesia juga merupakan produsen timah terbesar kedua yakni 22%, setelah China yang mencapai 47% dari produksi dunia.
3. Bauksit
Indonesia juga memiliki sumber daya alam berupa bahan baku pembuatan aluminium, yakni bauksit.
Cadangan bauksit RI cukup besar, bahkan merupakan peringkat keenam terbesar dunia untuk pemilik cadangan bauksit.
Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian ESDM, mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia yang sebesar 30,39 miliar ton.
Data Kementerian ESDM menyebut jumlah sumber daya bijih terukur bauksit Indonesia mencapai 1,7 miliar ton dan logam bauksit 640 juta ton, sementara cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton dan logam bauksit 299 juta ton.
Nilai bauksit jika diolah bisa bertambah mengingat kegunaan alumunium yang esensial di sendi kehidupan manusia.
"Aluminium dasarnya dari bauksit diproses jadi alumina, dari penambang nilai tambah 20%. Kemudian bauksit menjadi alumina tambah 40%. Dari alumina jadi alumunium jadi 100%," kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.
4. Tembaga
Ada juga tembaga yang juga menjadi 'harta karun' RI, menduduki peringkat ketujuh terbesar di dunia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM mengolah data USGS 2020, Indonesia memiliki cadangan logam tembaga (Cu) sebesar 28 juta ton atau menguasai 3% dari total cadangan dunia yang mencapai 871 juta ton Cu.
Sementara data Badan Geologi Kementerian ESDM 2020, total cadangan bijih tembaga Indonesia mencapai 2,63 miliar ton dan sumber daya sebesar 15,08 miliar ton. Adapun produksi bijih tembaga sebesar 100 juta ton per tahun.
Tony Wenas menjelaskan secara runut bagaimana bijih tembaga menjadi bernilai dan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan EV.
"Tembaga dari bijih ga ada nilainya, yang ada adalah bijih tembaga diolah jadi konsentrat tembaga, itu nilai tambah 95%, dari konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga tambah lagi sekitar 5-7% nilai tambah," jelas Tony.
5. Logam Tanah Jarang (LTJ)
RI punya 'harta karun' super langka bernama logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element. Sayangnya, Indonesia belum menggarapnya, baik eksplorasi maupun eksploitasi logam tanah jarang ini. Padahal, dunia berlomba-lomba mencari komoditas ini karena manfaatnya yang luar biasa di era modern saat ini.
Logam tanah jarang merupakan bahan baku peralatan berteknologi canggih, mulai dari baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB).
Selain itu, bisa juga untuk bahan baku kendaraan listrik hingga industri pertahanan atau peralatan militer.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan, di Indonesia ada tiga potensi mineral yang mengandung logam tanah jarang, di antaranya dari pertambangan timah dan sudah dikonfirmasi keberadaannya. Lalu, dari tambang bauksit dan ketiga dari nikel scandium.
Dia menjabarkan, di Tapanuli, Sumatera Utara terdapat sumber daya LTJ sebesar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]