Gubernur BI Tebar Optimisme, Rupiah Sukses Menguat!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (28/2/2023). Meski demikian, penguatan rupiah tipis saja menjadi indikasi pelaku pasar masih menanti kepastian apakah bank sentral AS (The Fed) akan kembali agresif menaikkan suku bunga acuanya pada tahun ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.245/US$, menguat 0,13% di pasar spot.
Indeks dolar AS jeblok 0,5% pada perdagangan Senin kemarin membuat rupiah mampu menguat hari ini. Tetapi, pergerakan indeks dolar AS juga mengindikasi pasar masih wait and see.
Dalam beberapa pekan terakhir, ekspektasi The Fed akan kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya terus menguat. Apalagi setelah rilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE).
Inflasi ini merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.
Inflasi PCE dilaporkan naik menjadi 5,4% (year-on-year/yoy) dari sebelumnya 5,3%, sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7% dari sebelumnya 4,6%.
Kenaikan tersebut dipicu oleh belanja konsumen pada bulan Januari yang melonjak ke level tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Kenaikan belanja konsumen tersebut menjadi dilema, di satu sisi bagus untuk perekonomian, di sisi lain inflasi jadi sulit turun, bahkan malah kembali naik.
Hal ini membuktikan Amerika Serikat memang perlu mengalami resesi, sehingga pasar tenaga kerja melemah daya beli masyarakat menurun sehingga inflasi pada akhirnya melandai.
Meski demikian, indeks dolar AS jeblok awal pekan kemarin tertekan euro yang mampu melesat setelah perekonomian Zona Euro terlihat masih cukup kuat.
Dengan demikian, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) berpeluang menaikkan suku bunga dengan agresif, membuat kurs euro menguat.
Sementara dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali memberikan optimisme rupiah ke depannya akan menguat.
"Ada 5 alasan nilai tukar rupiah akan secara menguat dan kembali ke fundamentalnya," ungkap Perry dalam acara Economic Outlook 2023 dengan tema "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Pertama, kata Perry adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus terjadi, bahkan lebih baik dibandingkan negara lain seperti China.
"Prospek ekonomi Indonesia baseline kami 4,9% dengan China lebih baik bisa 5 -5,1%," jelasnya
Kedua adalah inflasi yang terkendali di level yang rendah, meskipun beberapa waktu lalu ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ketiga, imbal hasil atau yield dari surat berharga negara (SBN) menarik.
"Keempat, kondisi neraca perdagangan dan defisit neraca pembayaran tetap surplus," papar Perry.
Perry menambahkan, yang kelima adalah komitmen BI dalam menstabilkan nilai tukar dengan sederet instrumen. "Insyaallah dengan doa semua, stabilitas bisa terjaga," pungkasnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(pap/pap)