Begini Alasan Pemerintah Minta Batas Saham IPO BUMN Dikurangi
Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury mengajak Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk berdiskusi terkait batas saham yang dikeluarkan saat initial public offering (IPO) BUMN.
Asal tahu saja, berdasarkan ketentuan Bursa dalam No. I-A terkait persyaratan pencatatan di Papan Utama, untuk perusahaan dengan ekuitas lebih dari Rp 2 triliun, jumlah saham Free Float setelah Penawaran Umum paling sedikit 10% dari jumlah saham yang akan dicatatkan di Bursa.
"Memang, selama ini batasan dengan nilai minimum 10% ini harus didiskusikan," ujar Pahala, usai kegiatan pencatatan saham (listing) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) di Bursa Efek Indonesia, Jumat (25/2/2023).
Sebab, menurut Pahala, perusahaan pelat merah pada umumnya memiliki size yang besar. Misalnya, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE).
"Perusahaan yang besar seperti PHE atau lainnya, kapitalisasinya 1% saja (saat IPO) sudah di atas nilai tertinggi IPO yang pernah ada," jelas Pahala.
"Ini nanti ke depan kita perlu diskusi mengenai bagaimana BUMN, anak usaha BUMN atau subholding yang sudah besar, karena kalau kita melihat pelaksanaan IPO adalah untuk membuka diri, transparan, lebih profesional dan melakukan penghimpunan dana untuk bisa melakukan pengembangankedepan," sambung Pahala.
Mengingatkan saja, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) baru saja mencatatkan sahamnya di BEI. Anak usaha Pertamina ini sebelumnya menawarkan 10,35 miliar saham atau 25% dari modal ditempatkan dan distetor penuh.
Harga pelaksanaan Rp 875 per saham. Sehingga PGEO meraup emisi Rp 9,05 triliun.
(RCI/dhf)