Sejarah Kertas Leces: Lama Mati Suri, Lalu Dibubarkan Jokowi
Jakarta, CNBC Indonesia - Selain maskapai Indonesia, Merpati Airlines, Presiden Joko Widodo pada Rabu (22/2/2023) juga membubarkan BUMN Pabrik Kertas Leces. Sebelumnya kedua perusahaan itu juga telah diputuskan pailit dan bangkrut lewat mekanisme persidangan.
Nama Kertas Leces mungkin jarang dikenal dan diketahui. Namun, perusahaan ini sejatinya telah lebih dulu ada sebelum Indonesia merdeka, alias berusia lebih tua.
Awal mula pendirian pabrik kertas ini terkait erat dengan Perang Dunia I (1914-1919). Akibat terjadi perang di Eropa, kertas-kertas yang biasanya rutin dikirim dari Belanda ke Indonesia harus terhenti karena ada perang. Alhasil, kertas jadi langka dan segala urusan administrasi terhambat.
Sebagaimana dipaparkan dalam majalah Berita Industri (1971), beranjak dari permasalahan itu pemerintah kolonial Belanda mendirikan pabrik kertas. Pabrik kertas pertama terletak di Padalarang, Bandung bernama pabrik N.V Papieren Fabriek yang berdiri pada 22 Mei 1922 (Sekarang menjadi PT Kertas Padalarang). Pabrik ini mampu memproduksi kertas 9 ton per hari.
Kebutuhan kertas yang semakin besar membuat perusahaan kertas Belanda N.V Papierfabriek melebarkan sayapnya dengan mendirikan pabrik kertas kedua di Indonesia pada 1939. Namanya N.V Papierfabriek Letjes di Probolinggo.
Dalam paparan koran De Indische Courant (10/9/1937), pabrik ini menjadi pabrik kertas terbesar di Jawa. Pabrik terdiri dari dua tingkat yang berada di lahan seluas 10 hektar. Mesin-mesin besar didatangkan langsung dari Eropa yang akan digerakkan oleh listrik sebesar 800 watt. Bahan dasar kertasnya adalah jerami. Semua itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kertas dalam negeri dan luar negeri.
Meski berdiri pada 1939, pabrik ini baru beroperasi pada 17 Februari 1940. Dalam paparan koran Maasbode (18/02/1940), pabrik ini langsung memproduksi belasan ton kertas usai diresmikan Gubernur Jawa Timur, Van der Plas.
Kertas Letjes kemudian jadi andalan pemerintah Belanda untuk membangun perekonomian nasional khususnya dalam industri dasar dan berat. Mereka pun dapat cuan yang besar dari perdagangan kertas.
Setelah kemerdekaan, pabrik ini berubah nama menjadi P.N Kertas Letjes. Meningkatnya surat kabar membuat Kertas Letjes tertimpa 'durian runtuh'. Perusahaan dapat permintaan belasan ton kertas. Masih mengutip majalah Berita Industri, besarnya perusahaan membuat kebutuhan kertas di dalam negeri lebih dari cukup. Kebesaran ini juga membuat masyarakat sekitar pabrik sangat sejahtera.
Sejak itu, Kertas Letjes menjadi salah satu andalan pemerintah dan terus berjaya selama 50 tahun pertama berdiri. Namun, bertambahnya usia tidak membuat Kertas Letjes 'dewasa'. Justru, perusahaan itu digerogoti masalah internal. Manajemen gagal mengurusi kondisi finansial perusahaan. Hutang dimana-mana. Masalah keuangan melilit gerak langkah perusahaan pelat merah bersejarah ini.
Sebagaimana dipaparkan Detik, hingga akhirnya pabrik ini diputus pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018. Usai diputus pailit, aset perusahaan harus dijual untuk menutup kewajiban yang harus dibayarkan ke kreditur sekitar Rp 1 Triliun.
Kini, lima hari setelah berulang tahun ke 83, Pabrik Kertas Leces dinyatakan bubar oleh Jokowi.
(mfa)