Pasar Obligasi RI Diproyeksikan Cerah Tahun Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Mandiri Sekuritas memproyeksikan pasar obligasi pemerintah Indonesia tahun ini bakal lebih cerah. Hal ini didukung oleh tingkat inflasi domestik yang mulai melambat dan terjadinya siklus puncak kenaikan suku bunga.
Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto menilai proyeksi penurunan tingkat inflasi di tahun 2023 akan menghentikan siklus kenaikan suku bunga BI dengan prediksi tingkat suku bunga akhir pada terminal rate sebesar 5,75%-6%.
"Resiliensi pasar obligasi Indonesia pada 2023 juga didorong oleh kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi yang terbilang lebih baik daripada negara-negara lain, sehingga dukungan dari investor domestik akan berpotensi terus berlanjut," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).
Selain itu dengan terus diterapkannya konsolidasi fiskal, juga akan mengurangi bond supply risk pada 2023. Meskipun tidak ada lagi program burden-sharing antara BI dan Kementerian Keuangan, supply obligasi pemerintah diprediksi akan tetap terkendali karena didukung oleh tiga faktor.
Adapun tiga faktor tersebut yakni defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang semakin rendah, optimalisasi pembiayaan program non-utang dan pinjaman, serta pemberlakuan program lelang pembelian SUN dengan cara penukaran (debt switch). Hal ini juga didukung oleh likuiditas rupiah dalam perbankan yang diprediksi tetap longgar (ample).
Valuasi menunjukkan bahwa berinvestasi pada obligasi tiga bulan sebelum kenaikan suku bunga terakhir akan memberikan imbal hasil yang kuat untuk satu sampai tiga tahun ke depan.
"Selain itu, return dari obligasi rupiah Indonesia baik secara nominal maupun riil, masih menjadi yang paling atraktif di antara negara-negara berkembang lainnya," tuturnya.
Tahun lalu, di tengah ketidakpastian global, obligasi Indonesia tetap menunjukkan resiliensinya dengan mencatatkan pertumbuhan return 3,5%. Hal ini didukung indikator-indikator ekonomi yang kuat, seperti surplus transaksi berjalan, inflasi dan tingkat suku bunga bank sentral yang terkendali, mata uang rupiah yang lebih stabil, dan konsolidasi fiskal berjalan dengan lancar.
Selain itu, dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, posisi Indonesia juga kedua terbaik setelah Korea Selatan. Hal ini berdasarkan perhitungan indeks volatilitas yang disusun oleh Mandiri Sekuritas, terutama di tengah gejolak kenaikan suku bunga yang agresif dari the Fed serta risiko gagal bayar (default risk) negara-negara berkembang.
Mulai 19 Januari 2023 sampai 9 Februari 2023, Mandiri Sekuritas juga menawarkan Savings Bond Retail (SBR) seri SBR012 dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepada para nasabah melalui platform digital Mandiri Online Securities Trading (MOST).
SBR012 ini ditawarkan dalam 2 tipe, yaitu SBR012-T2 dan SBR012-T4. Kupon SBR012-T2 memiliki tenor 2 tahun sebesar 6,15% per tahun (BI 7Days Reverse Repo Rate + 65bps) dan kupon SBR012-T4 dengan tenor 4 tahun sebesar 6,35% per tahun (BI 7Days Reverse Repo Rate + 85bps).
"Kupon SBR012 bersifat floating with floor alias mengambang dengan batas minimal. Hal ini artinya kupon bisa naik bila suku bunga acuan naik, tetapi tidak akan turun bila lebih rendah daripada batas minimal," jelas Handy.
SBR012 sesuai untuk rencana menumbuhkan investasi yang moderat dalam jangka waktu menengah karena dibandingkan dengan suku bunga acuan BI, yaitu BI 7 Days Reverse Repo Rate, suku bunga SBR012 lebih tinggi.
SBR012-T2 akan jatuh tempo pada 10 Februari 2025, sementara SBR012-T4 akan jatuh tempo 10 Februari 2027. Maksimal pembelian SBR012-T2 adalah Rp 5 miliar per investor dan SBR012-T2 adalah Rp10 miliar per investor.
"Nilai maksimal ini lebih tinggi dibandingkan dengan SBR011. Sementara minimum pemesanan SBR012 sama dengan SBR sebelumnya, yaitu Rp1 juta. Kunjungi link ini untuk investasi di SBR012 dengan mudah dan cepat," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Inflasi Nyaris Sentuh 6%, Investor Justru Buru SBN Hari Ini
(rah/rah)