Langkah Berani BI, Bisa Bikin Rupiah Perkasa Lagi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,01% ke Rp 15.100/US$ pada perdagangan Kamis kemarin. Pergerakan pada perdagangan Jumat (20/1/2022) akan menarik, sebab Bank Indonesia (BI) kemarin memberikan kode era kenaikan suku bunga sudah berakhir. Di sisi lain, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan tetap menaikkan suku bunga, meski lajunya diperlambat.
Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega kemarin menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Dengan demikian, BI sudah menaikkan suku bunga 6 bulan beruntun, dengan total 225 basis poin.
"Kenaikan 225 bps adalah yang terukur. Kenaikan secara akumulatif ini memadai untuk memastikan inflasi inti tidak akan lebih tinggi dari 3,7% pada Semester I-2023," tutur Perry, dalam konferensi pers pengumuman Hasil RDG Januari 2023,Kamis (19/1/2023).
Kata memadai tersebut menjadi kode BI tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Hal tersebut ditegaskan Perry saat sesi tanya jawab dengan jurnalis.
"Kalau tidak ada informasi yang extraordinary, yang kita tidak bisa kita lihat dan kondisi di luar perkiraan, maka kata memadai sudah bisa menjawab pertanyaan tersebut," imbuh Perry menjawab pertanyaan apakah BI masih akan menaikkan suku bunga ke depan.
Di sisi lain, pasar melihat The Fed akan kembali menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Februari nanti, dan sekali lagi dengan besaran yang sama sebulan berselang.
Ekspektasi tersebut lebih rendah dari proyeksi The Fed sebesar 75 basis poin, hingga menjadi 5% - 5,75%.
Kode berakhirnya era kenaikan suku bunga oleh BI saat The Fed masih akan menaikkan dua kali lagi menjadi langkah yang berani. Jika spread suku bunga menyempit, ada risiko rupiah akan mengalami pelemahan. Tetapi di sisi lain, hal itu menunjukkan BI pede dengan kondisi saat ini, dan menunjukkan optimisme rupiah masih akan tetap kuat.
Secara teknikal, rupiah kini berada di dekat Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 tetapi kembali ke atas MA 200.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Kamis (12/1/2023) hingga Senin kemarin membuat rupiah membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Jika tertahan di atas Rp 15.090/US$ rupiah berisiko melemah menuju ke Rp 15.200/US$ - Rp 15.230/US$. Jika level tersebut ditembus dengan konsisten, rupiah berisiko melemah lebih jauh.
Sementara untuk kembali menguat lebih jauh rupiah perlu konsisten lagi ke bawah Fibonacci Retracement 50%, dengan target hari ini ke menguji kembali level psikologis Rp 15.000/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)