Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkali-kali terkoreksi, tak terkecuali saham-saham big cap di sektor perbankan, termasuk saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, bank KBMI IV milik BUMN.
Tentunya penurunan yang terjadi merupakan hal wajar, karena masih sebatas aksi taking profit investor pasca kenaikan all time high, khususnya saham-saham perbankan big four yang salah satunya BBRI di tahun 2022.
Dengan ekonomi Indonesia yang resilien dan fundamental bisnis BBRI yang kuat dan prospektif, penurunan harga saham yang terjadi, justru kesempatan terbaik bagi investor untuk mengoleksi BBRI.
Bahkan per perdagangan kemarin, Selasa (17/01/2023), investor telah kembali menunjukkan minatnya untuk mengakumulasi saham BBRI, mendorong harga saham BBRI naik 0,88% ke level 4.560. Sementara pada perdagangan hari ini, Rabu (18/1/2022), saham BBRI menjadi salah satu yang aktif diperdagangkan dan bergerak di kisaran 4.560-4.620/saham.
Bukan tanpa alasan tentunya, hal ini berdasarkan fundamental kinerja yang selama ini BBRI telah menorehkan, manajemen risiko bisnis perseroan yang optimal, serta strategi berkelanjutan yang terus BBRI laksanakan untuk terus beradaptasi meningkatkan pertumbuhan bisnis perseroan.
Model Bisnis BRI
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, aktivitas utama BBRI merupakan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, memberikan kredit, investasi, dan berbagai jasa perbankan lainnya.
Secara sederhana, revenue stream atau pendapatan utama perusahaan perbankan seperti BBRI, merupakan berbentuk pendapatan bunga, yang didapat antara selisih tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam produk simpanan dan tingkat bunga yang didapat perseroan dari produk pinjaman dalam bentuk kredit.
Sehingga perlu dipahami, bahwa pertumbuhan DPK dan pertumbuhan penyaluran kredit bagi perbankan sangatlah krusial, karena keduanya merupakan faktor utama bisnis perbankan untuk terus menghasilkan laba yang optimal.
Hingga September 2022, laba bersih BBRI melonjak 106,1% secara year on year (yoy) menjadi Rp 39,3 triliun
Apabila disetahunkan maka laba bersih BBRI berpotensi menjadi Rp 52,4 triliun di sepanjang tahun ini. Maka ada peluang laba bersih BBRI bisa naik 68,5% yoy tahun ini. Dengan begitu laba bersih BBRI berpotensi mencetak rekor tertingginya dalam sejarah.
Pendapatan bunga bersih BBRI melonjak 16,3% yoy diakibatkan karena pertumbuhan pendapatan bunga yang mencapai 9,2% yoy dan penurunan beban bunga yang mencapai 17% yoy.
Peningkatan pendapatan bunga diakibatkan karena BBRI berhasil menyalurkan kredit yang tumbuh 7,9% yoy terutama karena kredit segmen mikro dan peningkatan imbal hasil dari kredit (loan yield).
Di sisi lain penurunan beban bunga karena BBRI berhasil meraup pendanaan dengan biaya murah sehingga menekan Cost of Fund (CoF).
 Tim Riset CNBC Indonesia |
Struktur pendanaan atau deposit dari nasabah BBRI mayoritas disumbang oleh dana murah alias Current Account Saving Account (CASA) yang terdiri dari giro maupun tabungan. Proporsi CASA mencapai 65,6% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) hingga September 2022
Selain karena strategi alokasi aset yang optimal serta low cost funding, perbaikan kualitas aset BBRI membuat biaya pencadangan turun drastis sampai 27,9%.
Senada dengan itu, pemulihan dan perkembangan sektor UMKM mampu mendorong kualitas aset BBRI. Sehingga perseroan berhasil mengoptimalkan restrukturisasi kredit yang terdampak Covid-19 sebesar 54,5% YoY menjadi Rp 116,45 triliun hingga september 2022.
Pencapaian ini terjadi seiring dengan peningkatan aset kualitas BBRI, dengan rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang terkendali turun menjadi 3,14% dan rasio pinjaman dalam risiko atau Loan at Risk (LAR) menurun menjadi 19,28% sesuai data perusahaan terakhir September 2022, lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama pada 2021 di angka 24,11%.
 Foto: Tim Riset CNBC Indonesia |
Prospek Bisnis BBRI
Tingkat likuiditas BBRI yang masih ter-maintain dengan baik, melalui rasio Loan Deposit Ratio (LDR) yang berada di level 88,51% pada September 2022, relatif memberikan ruang BBRI untuk ekspansi kredit, didukung juga oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) yang mencapai 26%.
Selanjutnya, pada kuartal III-2022 pertumbuhan kredit UMKM sebagai fokus utama BBRI terbukti mampu meningkat sebesar Rp 852,12 triliun (9,83%YoY), dari sisi porsi segmen kredit pun terus meningkat menjadi 84,20%.
BBRI yang berfokus pada program pinjaman Kupedes yang berkontribusi memberikan imbal hasil hingga 18%, lebih tinggi dibandingkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang hanya 14,25%, akan mampu meningkatkan Net Interest Margin (NIM) perseroan sebesar 7,7% di tahun proyeksi 2023, didukung pertumbuhan kualitas aset yang meningkat. NIM tersebut pun lebih tinggi dibandingkan 9M22 yang berada di level 7,23% (bank saja)
Valuasi BBRI
Menilai valuasi saham BBRI bisa menggunakan pendekatan relative valuation yaitu PBV (Price To Book Value). PBV sendiri merupakan rasio yang digunakan untuk membandingkan harga saham terhadap nilai buku perusahaan, yang kami gunakan adalah PBV Band yang digunakan untuk mengetahui apakah saham sudah dalam keadaan murah atau mahal berdasarkan PBV ratio historical-nya.
Pada 18 Januari 2022, PBV BRI tercatat di level 2,36X atau dibawah rata-rata 3 tahun rasio PBV BBRI yang berada di level 2,40X, yang mengartikan bahwa posisi harga BBRI saat ini cukup murah (Undervalue). Didukung oleh pertumbuhan kredit UMKM dengan COC yang rendah dan kualitas aset yang membaik, kami merekomendasikan BUY saham BBRI dengan target harga Rp 5.825 mencerminkan proyeksi PBV 2023 yang berada di level 2,8X.
Pada harga saham BBRI pada 17 Januari 2022 di level 4.560, maka upside potential atau potensi kenaikan BBRI mencapai 27,7%.