Tak Ada "Plot Twist" Dari BoJ, Yen Jeblok-Rupiah Terbaik Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 January 2023 13:31
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Rabu (18/1/2023), setelah bergerak liar pagi tadi. Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) mempengaruhi pergerakan pasar mata uang hari ini.

Melansir data Refinitiv, hingga pukul 12:57 WIB rupiah tercatat menguar 0,66% ke Rp 15.060/US$. Dengan penguatan tersebut, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia hingga siang ini.

Sementara itu yen menjadi yang terburuk setelah merosot lebih dari 2%.

Jebloknya nilai tukar yen tidak lepas dari langkah BoJ yang mempertahankan kebijakan yield curve control (YCC) sebesar 0,5%.

YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun dekat dengan 0,5%. Ketika yield mulai menjauhi 0,5% maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.

Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian. Kebijakan tersebut pada Desember lalu dilebarkan dari sebelumnya 0,25%, yang cukup mengejutkan pelaku pasar dan menjadi "plot twist". Tetapi hal serupa tidak terjadi lagi pada hari ini.

Pasar pun melihat Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis besok masih akan tetap menaikkan suku bunga acuannya. Tidak ada "plot twist" dengan mempertahankannya.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.

Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.

Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.

Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.

"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.

Josua menambahkan nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan menguat sejalan dengan rencana revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan operasi moneter valas BI.

Transaksi berjalan juga diperkirakan masih akan surplus pada tahun ini akan menopang rupiah.

"Meskipun demikian, BI masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga sekitar 50-75 bps hingga akhir tahun ini sekiranyarisk-off sentimentdi pasar keuangan global cenderung meningkat kedepannya," imbuh Josua.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular