Review Sepekan

Ditopang Sentimen Positif, Harga CPO Tetap Jeblok 4% Sepekan

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Minggu, 15/01/2023 10:30 WIB
Foto: Cover Topik/ Sawit/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Excahnge terpantau turun cukup tajam. Dalam sepekan, harga CPO ambles 4,04% secara point-to-point/ptp, sementara jika dilihat secara bulanan harga CPO juga drop 8,42%.

Melansir Refinitiv, sepanjang pekan ini, harga CPO hanya sekali menguat yakni pada Senin (9/1/2023), setelah itu CPO kembali ambrol 2 hari beruntun. Sempat ditutup stagnan namun, harga CPO kembali ditutup melemah tipis 0,08% ke MYR 3.820/ton pada perdagangan akhir pekan Jumat (13/1/2023).


Pada perdagangan awal pekan, sebenarnya sentimen positif sudah menopang CPO. Di antaranya adalah dibukanya kembali perbatasan internasional China serta kebijakan biofuel di sejumlah negara.

Pembukaan perbatasan China diharapkan mampu meningkatkan permintaan CPO, terutama CPO Indonesia. Tiongkok adalah pasar CPO terbesar kedua bagi Indonesia setelah India.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor CPO ke China mencapai 3 juta ton dengan nilai US$ 3,32 miliar pada Januari-Oktober 2022. Nilai ekspor CPO tersebut anjlok 19,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Harga CPO juga diharapkan ikut menguat sejalan dengan rencana kebijakan terkait minyak nabati di sejumlah negara serta persoalan pasokan di Argentina.

Sementara itu, di akhir pekan harga CPO sempat terpantau naik etelah Malaysia mengancam akan melarang ekspor CPO dan produk turunannya ke Uni Eropa.

Seperti diketahui, Malaysia pada Kamis (12/1/2023) mengancam akan menghentikan ekspor CPO ke Uni Eropa (UE) sebagai bentuk protes diskriminasi kawasan tersebut terhadap komoditas CPO.

Undang-Undang (UU) Uni Eropa yang baru akan mengatur pembelian/penjualan CPO secara ketat sebagai upaya untuk melindungi hutan.

UU tersebut akan melarang minyak sawit dan komoditas lain yang ditengarai melakukan deforestasi. Pengecualian diberikan jika mereka bisa menunjukkan komoditas tersebut tidak andil dalam merusak hutan.

Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof mengatakan Indonesia dan Malaysia terus mendiskusikan UU baru tersebut.

"Jika kita kita harus menggandeng ahli-ahli dari luar negeri untuk melawan balik langkah Uni Eropa maka langkah itu akan kita lakukan," tutur Fadilah seperti dikutip dari Reuters

"Atau opsi lainnya adalah kita bisa saja menghentikan ekspor ke Eropa. Kita akan fokus ke negara lain jika Uni Eropa mempersulit kami untuk melakukan ekspor ke mereka," tambah Fadillah.

Berdasarkan data Dewan Sawit Malaysia (MPOBD), Uni Eropa adalah pasar terbesar ketiga bagi CPO Malaysia dengan kontribusi sekitar 9,4%. Ekspor CPO dan produk turunannya dari Malaysia ke Uni Eropa diperkirakan mencapai 1,47 juta ton pada 2022, turun 10,5% dibandingkan 2021.

Setelah Malaysia mengancam akan melarang ekspor ke Uni Eropa, menarik ditunggu apakah Indonesia akan melakukan rencana serupa. Hingga kini, pejabat Indonesia belum mengomentari pernyataan Malaysia. Namun, Indonesia berkali-kali telah melayangkan protes mengenai kebijakan sawit Uni Eropa.

Setelah Malaysia mengancam akan melarang ekspor ke Uni Eropa, menarik ditunggu apakah Indonesia akan melakukan rencana serupa. Hingga kini, pejabat Indonesia belum mengomentari pernyataan Malaysia. Namun, Indonesia berkali-kali telah melayangkan protes mengenai kebijakan sawit Uni Eropa.

Sebagai catatan, Uni Eropa memiliki catatan panjang dengan produsen minyak sawit mengenai penolakan mereka terhadap produk CPO, termasuk dengan Indonesia.

Untuk diketahui, Indonesia dan Malaysia memasok 85% CPO di dunia. Kebijakan kedua negara tersebut di sektor CPO akan sangat menentukan harga CPO di pasar global.

Namun sentimen positif ini tak mempan menggerek naik harga CPO. Ancaman resesi dan sentimen negatif dari China membuat harga CPO layu di awal tahun. Sejumlah lembaga, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), mengingatkan jika dunia akan menghadapi resesi pada tahun ini.

Credit Suisse memperkirakan Eropa akan memasuki resesi pada kuartal IV-2022 hingga kuartal I- 2023. Sementara itu, Bank of America memproyeksi ekonomi AS akan mengalami resesi pada kuartal I-2023.

"Jika resesi terjadi maka itu akan menjadi jalan terjal buat (CPO). Daya beli akan melemah sehingga impor akan turun," tutur salah seorang trader, kepada S&P Global.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Belajar Dari Negeri Jiran, Ini Cara Pabrik Sawit Atasi Masalah