Indeks Dolar AS Jeblok ke Level Terendah 7 Bulan, Rupiah Gas!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mencatat penguatan 0,42% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.565/US$ awal pekan kemarin. Penguatan yang cukup tajam tersebut menjadi yang pertama pada 2023. Pada pekan lalu rupiah hanya menguat sekali saja, itu pun cuma 0,06%.
Penguatan tajam rupiah bisa berlanjut pada perdagangan Selasa (10/1/2023), melihat indeks dolar AS yang jeblok 0,85% ke 103,001, terendah sejak 10 Juni 2022.
Pelaku pasar kini sudah menimbang-nimbang apakah bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, atau bisa memangkas suku bunganya lebih cepat.
Seperti diketahui sepanjang 2022, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin menjadi 4,25% - 4,5%, menjadi yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan tersebut juga menjadi yang paling agresif sejak tahun 1980an.
Pada 2023, The Fed berpeluang menaikkan suku bunga dua kali lagi, 50 basis poin pada Februari dan 25 basis poin sebulan berselang hingga menjadi 5% - 5,25%. Itu kan menjadi level puncak suku bunga di Amerika Serikat, tersirat dari Fed dot plot yang dirilis Desember lalu.
The Fed juga menyatakan suku bunga tidak akan diturunkan hingga 2024. Tetapi, dengan data ekonomi AS yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan, pelaku pasar melihat peluang The Fed bisa menurunkan suku bunga lebih cepat.
Sebelumnya, Institute for Supply Management (ISM) Jumat lalu melaporkan sektor jasa Amerika Serikat mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun terakhir.
ISM melaporkan purchasing managers' index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.
Kontraksi tersebut menjadi tanda gelapnya perekonomian AS pada 2023, resesi sudah membayangi.
Analisis Teknikal
Secara teknikal, meski menguat cukup tajam kemarin rupiah masih cukup jauh dari Rp 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Namun, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak mendatar dekat wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang belum mencapai jenuh jual memberikan ruang penguatan rupiah yang lebih besar.
Support terdekat kini berada di kisaran Rp 15.550/US$ - Rp 15.530/US$., jika ditembus ada peluang rupiah menguat ke Rp 15.500/US$, sebelum menuju Rp 15.450/US$
Sementara selama tertahan di atas support, ada risiko rupiah melemah ke Rp 15.600/US$ sebelum menuju Rp 15.630/US$ hingga Rp 15.650/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)