Mochtar Riady 'Dewa Bankir', Pengelola Duit Orang Terkaya RI!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemegahan gedung ala Eropa di perkotaan membuat Lie Moe Tie kecil terpana. Para pegawai yang kerja disana pun tak kalah kerennya. Lie tidak tahu mereka kerja apa. Namun, yang pasti dia ingin kerja disana jika sudah besar. Belakangan, dia baru tahu kalau mereka kerja di bank.
Cita-cita itu tidak langsung terwujud. Pria yang dikenal sebagai Mochtar Riady ini baru bersentuhan dengan dunia perbankan di usia 30 tahun. Pada 1959, dia diminta mengurusi Bank Kemakmuran milik pengusaha Makasar, Andi Gappa. Bank itu hampir pailit dengan aset hanya US$ 3 juta dan modal US$ 100 ribu.
Bank Kemakmuran menjadi laboratorium pertama Mochtar. Perannya sebagai presiden direktur mendorongnya untuk belajar akuntansi dan manajemen perbankan. Untuk mengembangkan usaha, Mochtar memanfaatkan jaringan keluarga para pemegang saham dan direksi untuk jadi nasabah. Cara ini berhasil dan membuat bank berkembang pesat. Sayang, kebobrokan para direksi membuat Mochtar hengkang lebih cepat.
"Karena saya tidak berhasil memimpin dan membimbing mereka, atas kesadaran sendiri, saya mengundurkan diri dari Bank Kemakmuran," tulis Mochtar dalam Manusia Ide (2015)
Kegagalan itu menjadi pelajaran bagi Mochtar untuk mencari orang berperilaku baik di perusahaan. Beruntung, dia bertemu para pengusaha hasil bumi. Mereka antara lain Lim Tek Chang, Oey Guan Chang, Tan Kang Su, dan Tan Song Kie.
Mereka sepakat membangun PT dan menugaskan Mochtar mencari bank yang bakal diakuisisi. Kebetulan, ada ada rekan Mochtar bernama Ma Zhong yang sedang merugi karena bank miliknya, Bank Buana, tidak beres. Lantas, bank itu kemudian diambil alih Mochtar.
Tahun 1963, Bank Buana beroperasi. Dia membuat terobosan yang tidak dilakukan bank lain, seperti menawarkan bunga deposito yang tinggi dan bunga kredit minimum. Langkah ini berhasil menarik nasabah hingga menjadikan Buana sebagai bank terkemuka.
Saat krisis 1966, Bank Buana jadi salah satu bank swasta yang tidak terdampak. Bahkan, bisa mampu mengambil alih bank lain, antara lain Bank Industri dan Dagang Indonesia (BIDI), Bank Kemakmuran, dan Bank Industri Jaya Indonesia.
Pada 1971, ketiga bank tersebut merger menjadi Pan Indonesia Bank, kemudian dikenal sebagai Panin Bank. Namun, Bank Buana tidak ikut bergabung dan tetap berdiri sendiri. Belakangan, Bank Buana berubah nama menjadi UOB Indonesia.
Kepiawaian Mochtar mengurus bank terdengar oleh Liem Sioe Liong, pemilik Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, dan Bank Central Asia (BCA). Liem dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016), memang sudah lama menargetkan Mochtar untuk mengurus banknya. Beruntung, pada 1975, Liem bertemu Mochtar di pesawat dan memintanya mengurus salah satu bank kepunyaannya.
Singkat cerita, Mochtar memilih BCA. Pada Juni 1975, dia melepaskan diri dari Panin Bank dan menjadi direktur BCA. Di bawah kepemimpinan Mochtar, BCA menjelma menjadi bank swasta terbesar yang bertahan hingga sekarang.
Distribusi ATM dan program tabungan adalah dua dari banyak keberhasilan Mochtar di BCA. Lalu, dua perusahaan terbesar di Indonesia, Unilever dan Djarum, juga berhasil menjadi nasabah BCA lewat tangan dingin Mochtar.
Pada 1991, Mochtar memilih keluar dari BCA setelah 16 tahun. Dia ingin serius membangun Lippo Bank yang telah dibangun sejak 1989. Lewat Lippo Bank inilah dia banting setir jadi pengusaha properti.
(mfa/mfa)