
Ulah Pengusaha, Harta Karun RI Diam-diam Dirampok Negara Lain

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia ibarat ketiban durian runtuh dalam dua tahun terakhir, seiring dengan melonjaknya harga komoditas internasional, khususnya batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Sayangnya hasil tersebut tak sepenuhnya dinikmati rakyat, malah membuat negara lain kaya raya.
Kaya rayanya Indonesia terlihat dari surplus selama 31 bulan beruntun dengan nilai ekspor menyentuh US$ 609,1 miliar atau lebih dari Rp 9.500 triliun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022.
Lonjakan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina membuat Indonesia mendapat durian runtuh dari batu bara hingga minyak sawit mentah. Alhasil, sejak pertengahan 2021, Indonesia mencetak rekor ekspor beberapa kali, termasuk pada Agustus dan November 2021 yang masing-masing tercatat US$ 21,4 miliar dan US$ 22,85 miliar.
Kinerja impresif sebenarnya terjadi pada tahun ini di mana ekspor melesat hingga rekor ekspor pecah beberapa kali. Pada April 2022, ekspor Indonesia untuk pertama kalinya menembus US$ 27,32 miliar. Nilai ekspor kembali pecah rekor pada Agustus 2022 yakni sebesar US$ 27,86 miliar.
Dari catatan CNCB Indonesia, pada masa surplus beruntun tersebut, batu bara menjadi andalan utama ekspor. Pada periode Mei 2020-November 2022, ekspor bahan bakar mineral menembus US$ 93,52 miliar atau 15% dari total.
Selain batu bara, minyak lemak dan minyak hewan/nabati yang didominasi minyak sawit mentah. Dari data BPS, ekspor komoditas tersebut mencapai US$ 79,88 miliar atau 13% dari total ekspor.
Dari total tersebut, penerimaan negara dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) meningkat cukup tajam. Pada 2022 silam, pemerintah meraup pajak dan bea keluar serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp 500 triliun.
Kehilangan Indonesia adalah dolar AS yang merupakan devisa hasil ekspor tak disimpan di dalam negeri. Maka dari itu cadangan devisa Indonesia tidak bergerak jauh di kisaran US$ 130-140 miliar pada rentang 31 bulan tersebut. Saat ini, cadangan devisa pun masih belum mampu menembus rekornya di level US$ 144 miliar.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai 137,2 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2022 sebesar 134,0 miliar dolar AS. Peningkatan posisi cadangan devisa pada Desember 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman pemerintah.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri melihat situasi ini yang membuat ekonomi dalam negeri tidak mampu tumbuh optimal. Bahkan lebih cenderung mampu digoyang oleh sentimen global.
"Ini kan kelebihannya bisa kita tabung untuk beli macam-macam, tapi rupiahnya melemah, ini mengapa? Kita lihat struktur ekspornya," ujar Faisal dalam diskusi Catatan Awal Tahun Indef 2023 secara daring, Kamis (5/1/2023).
Komoditas ekspor itu diantaranya bahan bakar mineral, khususnya batu bara, yang menyumbang hingga 19,6 persen dari total ekspor non migas Indonesia, lemak dan minyak hewan/nabati 12,9%, serta besi dan baja untuk produk smelter Nikel China, 10%.
Komoditas itu pun telah menghasilkan US$ 98 miliar selama periode Januari-November 2022, namun tidak membuat para pelakunya menyimpan dolar AS hasil ekspornya itu lebih lama di perbankan dalam negeri, melainkan lebih cenderung menempatkannya di luar negeri.
"Kayak batu bara ini 70% dinikmati 11 grup. Lagi-lagi politik, grup-grup besar ini banyak menaruh hasil ekspornya di luar negeri ya rupiah tidak menguat," kata Faisal Basri.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ratusan Eksportir Bawa Kabur Dolar AS, Jumlahnya Fantastis!