
Derita Pasar Minyak: Dari Cuan 78% Hanya Sisa 10% Saja

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia berdinamika pada 2022. Sempat memecahkan rekor tertinggi di awal tahun, jatuh juga jelang akhir 2022.
Pada perdagangan akhir 2022 (30/12/2022) minyak mentah Brent ditutup di US$85,9 per barel. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) ditutup di US$80,26 per barel.
Sepanjang 2022 harga minyak mentah Brent menguat 10,45% yoy. Sementara WTI naik 6,71%. Sebelumnya kinerja minyak dalam setahun sempat menyentuh zona negatif setelah meroket 78% year-on-year (yoy) di awal tahun.
Minyak mentah dunia memanas. Kenaikan harga si emas hitam sampai menciptakan rekor terbaru.
Pada perdagangan Senin (7/3/2022) harga minyak jenis brent berada di US% 123,21/barel. Melonjak 4,32% sekaligus jadi yang termahal sejak Maret 2012 atau 10 tahun lalu. Bahkan hari itu minyak mencapai US$139 per barel.
Sementara yang jenis light sweet harganya US$ 120,14/barel. Naik 0,62% dan menjadi rekor tertinggi sejak Juli 2008.
Penyebabnya adalah pecahnya konflik antara Rusia dan Ukraina. Moskow harus menanggung akibatnya dengan penjatuhan sanksi berupa larangan ekspor, terutama minyak mentah.
Salah satu produk andalan ekspor Rusia adalah minyak bumi. International Energy Agency mencatat, Rusia adalah eksportir minyak mentah kedua terbesar di dunia, hanya kalah dari Arab Saudi. Namun untuk minyak secara keseluruhan (dengan produk-produk turunannya), ekspor Rusia adalah nomor satu dunia.
Pada 2021, ekspor minyak Rusia tercatat 7,8 juta barel/hari. Terbanyak adalah minyak mentah dan kondensat 5 juta barel/hari, atau 64% dari total ekspor.
Kemudian ekspor produk minyak Rusia tahun lalu adalah 2,85 juta barel/hari. Terdiri dari 1,1 juta barel/hari gas oil, 650.000 barel/hari bahan bakar minyak, dan 500.000 barel/hari naphta, 280.000 barel/hari vacuum gas oil (VCO). Plus liquefied petroleum gas(LPG), avtur, dan petroleum coke dengan total 350.000 barel/hari.
Oleh karena itu, kalau sampai Rusia kena sanksi dan tidak bisa menjual minyak ke negara-negara lain, dampaknya akan luar biasa. Sebab, Rusia adalah salah satu pemain utama di pasar minyak dunia.
Di tengah ancaman sanksi, Kremlin buka suara. Alexander Novak, Wakil Perdana Menteri Rusia, mengungkapkan harga minyak dunia bisa lebih 'menggila' tanpa pasokan dari negaranya.
"Penolakan terhadap minyak dunia akan menjadi bencana bagi pasar dunia. Harga bisa naik dua kali lipat menjadi US$ 300/barel," tegasnya, seperti dikutip dari Reuters.
Namun prediksi di awal tahun tak terwujud, harga minyak malah jatuh ke US$70-an per barel. Tepatnya pada Senin (9/12/2022) harnaya minyak mentah Brent tercatat US$76,10 per barel, sedangkan WTI di US$71,02 per barel.
Harga minyak mentah takluk akan ancaman resesi dunia pada 2023. Tren kenaikan suku bunga acuan oleh para bank sentral di dunia membuat ancaman resesi kian nyata.
Kenaikan suku bunga membuat biaya modal dari hutang akan meningkat sehingga membuat roda ekonomi terhenti sehingga resesi pun menghantui. Pada saat kondisi tersebut, permintaan akan minyak mentah akan menyusut.
Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia bahkan diramal akan jatuh ke jurang resesi dengan probabilitas lebih dari 60%.
Isu perlambatan ekonomi bahkan ancaman resesi membuat pelaku pasar khawatir terhadap prospek permintaan minyak yang bakal menurun, karena si emas hitam menjadi input penting dalam aktivitas ekonomi.
Di sisi lain, minyak mentah dunia juga masih dihantui oleh angka kasus Covi-19 di China yang meledak. Membuat pemerintah setempat memberlakukan strategi Zero Covid, yakni pembatasan ketat di suatu wilayah saat ada lonjakan kasus infeksi baru.
Prospek ekonomi China menjadi tidak pasti dan berdampak terhadap harga minyak mentah dunia. Wajar, sebab China adalah konsumen terbesar kedua dunia. Menurut data BP Statistic pada 2021 konsumsi China mencapai 15,4 juta barel per hari atau 16,4% konsumsi dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras) Next Article China Bikin Kejutan, Harga Minyak Nanjak Hampir 2%!
