
Melemah Lagi, Tapi Rupiah Ada Peluang Jaya Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (19/12/2022). Pasar kini menanti Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pekan ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 15.600/US$. Depresiasi kemudian bertambah menjadi 0,13% ke Rp 15.615/US$ pada pukul 9:07 WIB.
Tekanan bagi besar bagi pasar finansial datang dari eksternal, di mana beberapa bank sentral utama mengumumkan kenaikan suku bunga pada Kamis (15/12/2022).
Ada bank sentral AS (The Fed), Eropa (ECB), Inggris (BoE) dan Swiss (SNB) yang kompak menaikkan 50 basis poin.
The Fed tentunya menjadi yang paling berpengaruh. Sebagai bank sentral paling powerful di dunia, kebijakan moneter The Fed memicu volatilitas di pasar finansial.
The Fed memang menaikkan suku bunga lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin 4 kali berturut-turut, tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% - 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.
Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.
Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat. Sentimen pelaku pasar pun memburuk, Wall Street (bursa saham AS) pun terus merosot setelah pengumuman tersebut. Rupiah yang merupakan aset emerging market menjadi tertekan.
Di pekan ini perhatian utama tertuju kepada BI yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (22/12/2022). BI sebelumnya juga bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin sebanyak tiga kali menjadi 5,25%.
Langkah BI tersebut cukup ampuh untuk menarik dana investor asing masuk lagi ke pasar obligasi.
Jika BI kembali menaikkan 50 basis poin, sehingga suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 5,75%, ada peluang investor asing akan kembali memborong SBN, dan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar finansial RI.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), capital outflow di pasar SBN sempat lebih dari Rp 170 triliun.
Namun, belakangan kondisi membaik, sejak November hingga 9 Desember ada capital inflow sekitar Rp 43 triliun.
Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.
Jika capital inflow terus berlanjut, rupiah tentunya bisa lebih bertenaga dan berpeluang menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
