
Tidak Ada Keraguan! Asing Ramai-ramai 'Serbu' RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Asing kembali menyerbu pasar surat utang Indonesia minggu lalu. Arus masuk modal asing ini telah terjadi selama tiga minggu beruntun.
Dari catatan Bank Indonesia (BI), mencatatkan beli neto Rp2,89 triliun di pasar SBN pada periode 12-15 Desember 2022. Sebelumnya, BI menunjukkan data transaksi 5 - 8 Desember 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp 8,45 triliun di pasar surat utang Indonesia.
Adapun, pada transaksi 28 November - 1 Desember 2022, asing cetak beli neto pasar SBN mencapai Rp8,76 triliun.
Arah angin sebenarnya mulai berbalik sejak November lalu. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.
Per 9 Desember 2022, total inflow tercatat sebesar Rp 19,3 triliun, berdasarkan data DJPPR. Alhasil, sejak November total inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN)tercatat sekitar Rp 43 triliun.
Sepanjang tahun ini, investor asing menjual SBN secara masif menjadi salah satu penyebab jebloknya nilai tukar rupiah.
Kondisi ini menjadi kabar baik yang menandakan sentimen investor terhadap SBN mulai membaik. Terbukti, premi CDS Indonesia 5 tahun turun ke 94,15 bps per 15 Desember 2022 dari 97,27 bps per 9 Desember 2022. Sementara itu, rupiah stabil di kisaran Rp 15.500-Rp 15.600 per US$.
Bank Indonesia menegaskan bahwa kondisi asing yang kembali masuk berhasil menopang rupiah. Hal ini dikarenakan sentimen risk on, akibat perkembangan data US khusus data inflasi yang agak melambat dan angkanya dibawah ekspektasi pelaku pasar.
"Dampaknya secara umum investor asing di pasar SBN mengalami net inflow," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Edi Susianto, dikutip Senin (19/12/2022).
Sentimen The Fed
The Fed yang diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya saat pengumuman Kamis (15/12/2022) dini hari waktu Indonesia menjadi pemicu kembalinya dana investor asing ke dalam negeri.
Semua berawal dari pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang mengatakan bahwa bank sentral AS akan mengerem kenaikan suku bunganya. Artinya, The Fed tidak akan seagresif sebelumnya.
Powell mengkonfirmasi bahwa kenaikan suku bunga yang lebih kecil kemungkinan akan terjadi bahkan ketika dia melihat kemajuan dalam perang melawan inflasi.
Pada November lalu, Powell juga mengatakan dia melihat bank sentral dalam posisi untuk mengurangi ukuran kenaikan suku bunga paling cepat bulan depan.
"Meskipun ada beberapa perkembangan yang menjanjikan, jalan kita masih panjang untuk memulihkan stabilitas harga," kata Powell dalam sambutan yang disampaikan di Brookings Institution
Seperti diketahui, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.
Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% dengan probabilitas sebesar 74%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.
Dengan mengendurnya laju kenaikan suku bunga, dan jika diimbangi dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) selisih yield bisa jadi tidak akan menyempit lagi. Hal ini tentunya menarik kembali minta investor asing, apalagi di tahun depan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang akan terlepas dari resesi.
Saat resesi melanda dunia, khususnya Amerika Serikat (AS) ada peluang The Fed kembali menurunkan suku bunganya, tentunya jika inflasi sudah melandai.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asing Kabur dari Pasar SBN Minggu Ini, Bawa Rp 860 M